TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi masalah agama dan sosial setuju dengan petisi penolakan RUU PKS atau Penghapusan Kekerasan Seksual.
Baca: Menteri PPPA akan Dorong RUU PKS Selesai sebelum Pergantian DPR
"Ada beberapa yang setuju dengan penolakan. Saya fair saja. Mohon maaf saya harus terbuka karena tidak semua anggota DPR sama," kata Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengungkapkan bahwa beberapa rekannya , dalam konsultasi publik tahunan Komnas Perempuan di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019.
Penolakan mengenai RUU PKS sebelumnya datang dari sebuah petisi yang dibuat Maimon Herawati, pengajar di Universitas Padjajaran, di situs Change.org. Maimon menilai RUU PKS pro zina lantaran karena tidak ada pengaturan kejahatan seksual, yaitu hubungan seksual yang melanggar norma susila dan agama. Selain itu, Maimon juga berpandangan bahwa RUU PKS membolehkan lelaki berhubungan dengan sesama lelaki asal suka sama suka. Juga menganggap konsekuensi RUU PKS adalah seks bebas.
Sara mengatakan, anggota di Komisi VIII yang mendukung RUU PKS sedang memperjuangkan dan memastikan agar rekan lainnya ikut memiliki perspektif yang sama. Pasalnya, sebagian anggota Dewan yang menolak RUU PKS belum memiliki perspektif gender maupun korban.
Sara pun meminta Komnas Perempuan untuk memberikan desakan sebaliknya atas petisi penolakan. Ia ingin ada sosialisasi bahwa RUU PKS memiliki ruh untuk memberi perlindungan pada korban. Maka itu, Sara menyarankan Komnas Perempuan mengadakan diskusi terbuka yang melibatkan civil society organization dan masyarakat. "Sehingga anggota DPR ini tidak bingung. Perspektif harus disamakan," kata dia.
Simak juga: DPR Diminta Segera Selesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Komisioner Komnas Perempuan, Masruchah, menuturkan bahwa pembahasan RUU PKS di DPR masih pada tahap rapat dan belum sampai pasal per pasal. Target pengesahan RUU PKS, kata dia, memang diharapkan selesai pada tahun ini. Terkait adanya anggota DPR yang ikut menolak, Masruchah mengatakan bahwa hal tersebut justru bertentangan dengan fakta bahwa RUU PKS merupakan inisiatif anggota Dewan. "RUU ini inisiatif DPR. Logikanya DPR berinsiasi dan mendorong," kata Masruchah.