TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siraj mengatakan tak ada lembaga mana pun yang berhak mengeluarkan fatwa, kecuali Mahkamah Agung.
Hal ini disampaikan Said Aqil dalam acara Konsolidasi Organisasi Jelang Satu Abad Nahdlatul Ulama sekaligus peringatan hari lahir ke-93 Pengurus Besar Nadhlatul Ulama di gedung Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis, 31 Januari 2019.
Berita terkait: Kata Ketua Umum Muhammadiyah Soal Pernyataan Said Aqil
"Tidak boleh ada fatwa lain selain dari Mahkamah Agung. Lembaga mana pun tidak berhak mengeluarkan fatwa karena tidak termasuk norma konstitusi kita, paham mboten?" kata Said Aqil dalam sambutannya.
Kendati begitu, Said Aqil mengatakan masih diperbolehkan apabila sebuah organisasi atau lembaga mengumumkan hasil suatu musyawarah nasional. Namun, dia menegaskan hasil musyawarah itu bukanlah fatwa.
Sebelumnya, Said mengatakan bahwa PBNU akan menggelar musyawarah nasional pada 27 Februari sampai 1 Maret mendatang. Dia berujar, musyawarah itu akan bertempat di Pondok Pesantren Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat dan diikuti sekitar 10 ribu ulama.
Muswayarah nantinya akan membahas beberapa hal. Pertama, menguatkan kembali keputusan muktamar PBNU di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tahun 1930 yang menyebut Indonesia adalah negara darussalam, bukan darul Islam. "Kita pertegas kembali antara hubungan negara dan nasionalisme."
Said mengatakan Munas juga akan membahas monopoli perdagangan. Dia menilai masih ada ketimpangan antara pengusaha besar dan kecil karena adanya pasar bebas. Dia mencontohkan, pengusaha-pengusaha kecil bersaing dengan pemodal besar seperti Podomoro, Lippo, dan Sinarmas. "Oleh karena itu pemerintah harus melakukan afirmasi keberpihakan kepada masyarakat kecil, yang pasti itu warga Nahdlatul Ulama," kata Said.
Lalu persoalan sampah plastik juga akan dibahas. Menurut Said sampah plastik menjadi ancaman besar terhadap lingkungan hidup dan masa depan manusia. Warga NU, kata dia, harus menjawab tantangan dari problem sampah plastik ini.
Yang terakhir, Munas sekaligus akan memperkuat kembali definisi Islam Nusantara. Menurut Said Islam Nusantara ini masih kerap dipersoalkan sejumlah pihak.
Dia mencontohkan, ada katib salat Jumat di Sumatera Barat yang menyebut dirinya mengajak murtad dengan Islam Nusantara. Katib itu berkhotbah dalam bahasa Indonesia. Said mengatakan, padahal itulah salah satu praktik Islam Nusantara. "Kita akan perkuat kembali definisi Islam Nusantara, supaya bisa menjawab orang yang belum paham, kurang paham, pura-pura tidak paham tidak mau paham," kata Said Aqil.