TEMPO.CO, Jakarta - Human Rights Working Group (HRWG) uan Hukum Pers (LBH Pers) menilai tindakan perampasan, penyitaan, serta pemberangusan buku-buku kiri yang diusulkan oleh Jaksa Agung HM Prasetyo mengingkari prinsip-prinsip perlindungan kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi. Menurut Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafiz, tindakan itu juga tak sejalan dengan prinsip due process of law.
Dalam due process of law penegakan hukum tidak diperbolehkan atas dasar stigma maupun kebencian. “Razia buku kiri merupakan tindakan yang subjektif." Hafiz menyampaikannya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 24 Januari 2019.
Baca: Pedagang Bilang Razia Buku Besar-besaran akan Sia-sia
Menurut Hafiz, sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi, penyitaan seyogyanya dilakukan setelah proses pengujian di persidangan. Alasannya adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 6-13-20/PUU-VIII/2010 yang melakukan uji materill terhadap UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-Barang Cetakan. Dalam putusan itu, MK menyatakan suatu tindakan penyitaan buku-buku tanpa didahului proses pengujian di persidangan merupakan tindakan yang bertentangan dengan due process of law.
"Bagi kami, tidak ada alasan yang jelas untuk melarang buku terkait komunisme." Selain itu, pelarangan bersifat bias dan tidak ada batasan yang jelas. Bahkan, kata Hafiz, ukuran dalam razia buku sangat subjektif dan bertentangan dengan demokrasi dan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
Hak asasi manusia memang memungkinkan untuk dibatasi. Namun hal itu hanya dengan alasan yang kuat untuk ketertiban umum, kesehatan publik, dan keselamatan jiwa.
Baca: Setuju Jaksa Agung, Ryamizard: Razia Buku untuk Redam Dendam PKI
Prasetyo mengusulkan razia buku yang mengandung ajaran komunisme dan ideologi terlarang lainnya secara besar-besaran. Usulan disampaikan setelah beberapa waktu belakangan terjadi penyitaan beberapa buku di sejumlah tempat. "Saya usulkan kalau mungkin ya lakukan razia besar besaran saja," ujar Prasetyo saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta Selatan, Rabu 23 Desember 2019.
Prasetyo menduga buku yang mengandung paham terlarang juga ditemukan di toko toko buku atau daerah lainnya. "Karena pemilik toko menyatakan buku ini bukan hanya di sini saja, tapi juga ada di tempat lain, ini perlu dicermati."
HRWG dan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) meminta pemerintah membatalkan rencananya untuk razia buku kiri besar-besaran. Mereka menilai rencana itu melanggar hak-hak kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi. "HRWG dan LBH Pers menyesalkan tindakan tersebut sebagai sesuatu hal yang inkonstitusional," ujar Hafiz. Ia mengusulkan agar Jaksa Agung mengkaji usulannya.