TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menemukan empat potensi maladministrasi dalam kepemilikan senjata api non organik yang dimiliki masyarakat sipil. Maladministrasi ditemukan dalam proses perizinan dan pengawasan penggunaan senjata api tersebut.
Baca juga: Ombudsman: Laporan Terbanyak untuk Polri dan Peradilan di 2017
"Kami menemukan beberapa hal yang berpotensi terjadi maladministrasi," kata Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di kantornya, Jakarta, Selasa, 22 Januari 2019.
Adrianus menuturkan potensi maladministrasi pertama ditemukan pada tahap permohonan izin baru dan perpanjangan izin memilki senjata. Potensi itu muncul karena sistem pembayaran tidak dilakukan melalui bank, namun langsung kepada petugas loket.
Potensi maladministrasi kedua ada pada Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 yang belum mengatur dengan jelas soal jangka waktu layanan.
Adrianus mengatakan potensi pelanggaran administrasi juga terjadi pada proses perpanjangan izin, yakni tidak dilakukan tes menembak, kesehatan dan tes psikologis seperti pada saat izin awal. Selain itu, tidak semua kepolisian daerah memiliki gudang untuk menyimpan senjata api yang telah habis masa berlakunya.
Baca juga: Ombudsman: Maladministrasi Kasus Novel Baswedan Telah Diperbaiki
Atas temuan itu, Ombudsman memberikan rekomendasi kepada Kapolri untuk merevisi Perkap Nomor 18 Tahun 2015, khususnya mengenai komponen standar layanan agar sesuai dengan Pasal 21 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain itu, Ombudsman juga memberikan rekomendasi mengenai jangka waktu penarikan senjata api yang telah habis masa berlakunya. Ombudsman juga merekomendasikan agar dilakukan tes menembak, kesehatan dan psikologis saat perpanjangan izin. "Kepada Menkopolhukam dan DPR agar dilakukan finalisasi mengenai draf RUU tentang senjata api," katanya.