TEMPO.CO, Jakarta - Eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman mengakui sempat menelepon Panitera Pengadilan Jakarta Pusat Edy Nasution untuk menanyakan perkara anak usaha Lippo Group. Dia mengatakan, soal menanyakan itu merupakan kewenangannya sebagai Sekretaris MA.
"Pernah saya telepon sekali, tapi itu masih berkaitan dengan tugas dan wewenang saya," katanya saat bersaksi dalam sidang perkara suap panitera PN Jakpus dengan terdakwa eks Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 21 Januari 2019.
Dalam kasus ini, KPK mendakwa Eddy Sindoro telah menyuap Rp150 juta dan US$50 ribu kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution terkait penundaan aanmaning Perkara Niaga PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor dan pengajuan Peninjauan Kembali Perkara Niaga oleh PT Across Asia Limited. PT AAL adalah anak perusahaan Lippo Group, sedangkan Eddy Sindoro pernah menjabat Komisaris Lippo Group.
Nurhadi menjelaskan sebelum menelepon Edy, dia mengaku mendapat keluhan dari Eddy Sindoro soal perkara niaga yang belum juga dikirim ke MA selama lebih dari setahun. Dia mengatakan lupa hal itu terkait kasus apa.
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut kasus tersebut adalah berkas permohonan peninjauan kembali (PK) PT AAL. Berkas itu didaftarkan ke PN Jakarta Pusat pada 2 Maret 2016 dan dikirim ke MA pada 30 Maret 2016.
Jaksa menyatakan sebelum dikirim ke MA, Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution agar segera mengirim berkas perkara niaga PT AAL ke MA.
Edy Nasution dalam sidang sebelumnya, mengatakan saat itu Nurhadi menanyakan soal berkas permohonan PK PT AAL. "Berkas perkara PT AAL sudah dikirim belum," ujar Edy menirukan Nurhadi.
Nurhadi mengatakan dalam percakapan telepon dengan Edy, dirinya hanya menanyakan alasan berkas tak kunjung dikirim. Dia membantah meminta tolong kepada Edy Nasution agar segera mengirim berkas itu ke MA. "Di situ enggak ada bahasa minta tolong, bahasa saya pengawasan dan pembinaan," katanya.
AJI NUGROHO