TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dari Institute Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, sepakat dengan pertimbangan pemerintah untuk membebaskan Abu Bakar Baasyir. Menurut Fahmi, selain karena Baasyir telah menjalani 2/3 masa hukumannya, ada beberapa faktor yang layak dijadikan pertimbangan pemerintah dalam pembebasan Baasyir.
Baca juga: Kasus Hukum Abu Bakar Baasyir: Menolak Pancasila Sampai Terorisme
"Faktor kemanusiaan juga layak untuk dipertimbangkan. Selain karena faktor usia Baasyir, saya kira ini juga bagus untuk membangun satu pendekatan yang lebih baik dalam penanggulangan terorisme," kata Khairul saat dihubungi Tempo, Senin, 21 Januari 2019.
Ia menuturkan pembebasan Baasyir harus disertai langkah pemerintah dalam penerapan strategi-strategi baru dalam penanggulangan terorisme. Strategi itu, kata dia, seperti bagaimana membangun sistem pengawasan yang lebih efektif namun tak represif.
"Tentunya nanti kita uji apakah langkah (pembebasan Baasyir) ini untuk kepentingan praktis seperti elektoral dan lain sebagainya, atau memang kebijakan ini langkah strategis dengan benefit yang lebih dari sekedar politik taktis," ujar dia.
Khairul juga mengatakan pembebasan Abu Bakar Baasyir ini dapat menjadi strategi untuk memutus aksi-aksi terorisme yang berlandaskan dendam dan kebencian. Menurut dia, aksi-aksi terorisme di Indonesia tak bisa dilepaskan dengan faktor dendam dan kebencian.
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Bebas, Pengamat Ingatkan Hal Ini
"Memastikan terputusnya rantai dendam dan kejahatan-kejahatan karena kebencian itu penting. Salah satu upayanya pembebasan Ustadz Abu Bakar Baasyir itu," tutur dia.
Menurut dia, pemerintah juga harus menyiapkan skema yang detail soal bagaimana langkah-langkah perlindungan terhadap warga negara atau masyarakat kita pasca pembebasan Abu Bakar Baasyir. "Itu harus diperjelas," kata dia.