TEMPO.CO, Jakarta - Polri membantah adanya kepentingan politik dalam pembentukan tim gabungan terbaru untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal menuturkan, pembentukan tim gabungan ini murni upaya penegakan hukum
"Mungkin kebetulan saja dekat dengan pesta demokrasi. Tapi tidak ada kaitan sama sekali," kata Iqbal di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, pada Senin, 14 Januari 2019.
Iqbal menuturkan, pembentukan tim gabungan tersebut berdasar pada rekomendasi Tim Pemantau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang keluar pada 21 Desember 2018 lalu. Polri pun menindaklanjuti dengan membentuk tim pada 8 Januari 2019 atas persetujuan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian.
"Jadi tidak ada kepentingan apapun, kepentingannya ya untuk mengungkap kasus itu," ucap Iqbal. Ia juga enggan menanggapi berbagai anggapan skeptis terkait pembentukan tim gabungan ini. Ia menyatakan, Polri hanya fokus dalam upaya penegakan hukum. "Saya tidak akan mengomentarinya, yang penting kami mampu, kami akan terus melakukan proses sampai kasus ini terungkap," sambung Iqbal.
Terkait proses pengungkapan yang dilakukan, Iqbal mengklaim, Polri sudah melakukan berbagai proses penyidikan. Di antaranya, polisi telah mengumpulkan keterangan saksi hingga berbagai alat bukti. Ia juga mengklaim polisi sudah berupaya mendalami sketsa. Namun, hingga kini belum ditemukan tersangka dalam kasus penyerangan tersebut.
Pembentukan tim gabungan baru ini tercantum dalam surat tugas yang ditandatangani Tito pada 8 Januari. Dalam lampiran surat itu, nama Tito tertera sebagai penanggung jawab tim. Ketua timnya adalah Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis dengan 46 personel Polri sebagai anggota tim.
Dari ahli ada beberapa nama seperti mantan wakil pimpinan KPK dan guru besar pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji; Peneliti LIPI Hermawan Sulistyo; Ketua Ikatan Sarjana Hukum Indonesia, Amzulian Rifai; Ketua Setara Institut Hendardi; Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti; mantan Komioner Komnas HAM, Nur Kholis; dan Ifdhal Kasim. Serta enam nama dari KPK.
Tim pun diberi waktu kerja enam bulan untuk mengungkap kasus ini. Novel Baswedan disiram air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa 11 April 2017. Ia diserang usai menunaikan Salat Subuh di Masjid dekat kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hingga kini, polisi belum menemukan tersangka penyerang Novel.
ANDITA RAHMA