TEMPO.CO, Jakarta - Setelah digeledah Komisi Pemberantasan Koruspi atau KPK pada 31 Desember 2018 lalu, Kantor PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) dan PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) di kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta Timur terlihat sepi. Tak ada karyawan lagi yang biasanya keluar masuk kantor yang berada dalam satu gedung tersebut.
Baca juga: Kasus SPAM Kementerian PUPR, KPK Sita Deposito Rp 1 Miliar
Padahal kata Sukma pedagang kopi keliling di kawasan tersebut pada saat jam makan siang karyawan di dua PT itu ramai keluar memburu kuliner kaki lima. "Biasanya ramai kalau pas lagi jam makan siang dan belakang ini gedung itu memang terlihat sepi," ujarnya saat ditemui di depan PT WKE, di kawasan industri Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat 4 Januari 2019.
Nama PT WKE dan PT TSP jadi pemberitaan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap sejumlah petinggi dua perusahaan lantaran terciduk dalam operasi tangkap tangan pada kasus dugaan suap proyek Sistem Pengadaan Air Minum (SPAM) Kementerian PUPR.
Pada 31 Desember 2018 lalu, penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor dua perusahaan tersebut, dan menyita sejumlah barang bukti. "Ada beberapa barang bukti dokumen yang disita dari penggeledahan di PT WKE dan PT TSP," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin 1 Januari lalu.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sejumlah petinggi dua perusahaan tersebut sebagai tersangka pemberi suap, mereka adalah Budi Suharto, Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, dan Direktur PT TSP Irene Irma.
KPK menyangka para tersangka itu menyuap pejabat PUPR dengan uang Rp 5,3 miliar, USD 5 ribu dan SGD 22.100 supaya mendapat proyek SPAM di Kementerian PUPR. Hingga, pada tahun anggaran 2017-2018 PT WKE dan PT TSP mendapatkan 12 proyek SPAM senilai Rp 429 miliar.
Adapun pejabat Kementerian PUPR yang disangkakan menerima suap itu adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Waro Kustinah, PPK SPAM Darurat Teuku Moch Nazar dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Kini gedung dua perusahaan tersebut tak menunjukkan aktivitas apa pun. Semua pintu masuk digembok, bahkan di gerbang masuk gudang di kunci dengan rantai. Pintu masuk lobi gedung itu pun juga tertutup rapat.
Baca juga: Kasus Suap SPAM Kementerian PUPR, Dari Toba hingga Donggala
Di halaman gedung tampak sejumlah kendaraan terparkir, ada tiga unit sepeda motor yang berderetan tak jauh dari pos satpam yang kosong. Di ujung halaman juga tampak sebuah truk tanpa bak berdiam dengan kepala menghadap tembok.
Gedung bercat kuning gading itu terlihat sudah lama ditinggal, daun kering bertaburan di halamannya. Sebuah bendera putih yang kusam hingga gambarnya tak lagi bisa dibaca berkibar saat dihembus angin. Hingga siang, beberapa lampu di beranda dan pos satpam itu masih menyala.
Menurut situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi perusahaan PT WKE berdiri pada April 1977. Sedangkan PT TSP yang dari situs sama menyebutkan perusahaan ini didirikan pada Agustus 1977. Jika dilihat dari situs Lembaga Penyedia Jasa Konstruksi (LPJK), pada data kepengurusan dua perusahaan itu dimiliki oleh orang yang bernama sama yaitu Irene Irma, menjabat sebagai direktur di kedua perusahaan tersebut.