TEMPO.CO, Bandarlampung- Angka kasus kekerasan yang dialami wartawan di wilayah Lampung selama 2018 stagnan, alias sama, dengan tahun sebelumnya. Ketua AJI Bandarlampung Padli Ramdan mengatakan terduga pelaku kekerasan itu didominasi oknum aparatur sipil negara atau ASN.
Pernyataan itu disampaikan di Bandarlampung, Kamis, 3 Januari 2019. Menurut Padli bentuk-bentuk kekerasan itu mulai dari pelarangan meliput, pengusiran, kekerasan fisik dan verbal, hingga perampasan alat kerja. Tercatat terjadi lima kasus kekerasan terhadap wartawan selama tahun 2018.
Dari lima kasus kekerasan pada 2018 itu, kata padli, empat kasus melibatkan ASN dan satu kasus melibatkan oknum aparat keamanan. AJI Bandarlampung menyesalkan beberapa kasus kekerasan terhadap wartawan yang berakhir damai tanpa ada penanganan yang tegas terhadap pelaku. “Seharusnya pelaku kekerasan diberi sanksi, seperti peringatan keras hingga diproses hukum oleh pejabat di atasnya agar muncul efek jera,” kata Padli.
Selain menyampaikan catatan kekerasan yang dialami wartawan, AJI Bandarlampung juga mengajak para jurnalis melakukan evaluasi terkait penerapan kode etik jurnalistik dan profesionalisme. Pasalnya beberapa kasus kekerasan terhadap wartawan dipicu oleh ketidakprofesionalan jurnalis.
“Misalnya, seperti membuat berita tidak berimbang dan tanpa upaya keras melakukan konfirmasi kepada narasumber yang diperlukan,” kata Padli.
AJI Bandarlampung, kata Padli, juga menyoroti praktik ganda yang dilakukan media terhadap para wartawan. Ada media cetak dan siber yang menugaskan wartawannya melakukan penagihan uang iklan, advertorial, hingga langganan koran. Beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis itu terjadi saat mereka melakukan aktivitas non- jurnalistik tersebut.
"Menugaskan wartawan di luar aktivitas jurnalistiknya, seperti menagih uang perusahaan, bertolak belakang dengan prinsip firewall atau pagar api. Ruang redaksi harus dipisahkan dengan bisnis, sehingga bisa mempertahankan independensinya dari berbagai kepentingan," kata Padli.
Padli meanti-wanti, independensi ruang redaksi harus dijaga, sehingga produk jurnalistik yang dihasilkan dipercaya publik. “Independensi adalah ruh jurnalisme agar pers bisa semakin meneguhkan keberadaannya sebagai penghasil informasi yang kredibel dan layak dipercaya kebenarannya.”
ANTARA