TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya, menduga jumlah anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kolara di Poso bertambah usai bencana tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Menurut dia, sebelum kejadian itu jumlah anggota MIT kurang dari 20, namun kini jumlahnya menjadi sekitar 20 orang.
Baca: Kelompok Mujahidin Indonesia Timur Diduga Bertahan di Pegunungan
"Kelompok ini setelah tsunami Palu ada indikasi jumlahnya bertambah dari sebelumnya yang kurang dari 20 orang," kata dia lewat keterangan tertulis, Rabu, 2 Januari 2018.
Meski begitu, Abu mengatakan sebenarnya kekuatan personel dan persenjataan kelompok ini lemah. Mereka hanya unggul dalam penguasaan medan pegunungan. Logistik kelompok ini, kata dia, sangat bergantung pasokan dari simpatisan di luar gunung. "Akan menjadi persoalan jika kelompok ini mendapat basis dukungan dari masyarakat sipil," katanya.
Selain itu, Abu mengatakan, kelompok pimpinan Ali Tokara ini punya ciri khas sangat membenci aparat, khususnya Detasemen Khusus 88 Polri. Dia menduga rasa benci itu yang memicu penembakan terhadap aparat yang tengah membawa jenazah RB alias A (34), warga sipil korban mutilasi di kawasan Desa Salubanga, Sausu, Parimo, Sulteng, pada Senin, 31 Desember 2018.
Baca: Warga Tewas di Poso, Polri Duga DPO MIT Sengaja Ingin Meneror
Penembakan dilakukan saat salah seorang petugas hendak menyingkirkan kayu dan ranting pohon yang menghalangi jalan. Kontak tembak aparat dengan kelompok teroris tak terhindarkan sehingga menyebabkan dua petugas yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso, terluka.
Abu menyarankan, pemerintah melakukan pendekatan keamanan dengan mengirim pasukan TNI untuk memburu kelompok Ali Kolara. Karena kelompok ini cukup menguasai medan gunung dan hutan. "Jadi yang punya kapasitas untuk hadapi kelompok seperti itu tentu TNI," kata dia.