TEMPO.CO, Jakarta - Kubu Calon Presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi dan penantangnya, Prabowo Subianto, tidak ingin terjebak dalam polemik tes baca Al-Quran. Tantangan itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Ikatan Dai Aceh, Tgk Marsyuddin Ishak di Banda Aceh, Sabtu, 29 Desember 2018. "Untuk mengakhiri polemik keislaman capres dan cawapres, kami mengusulkan tes baca Alquran kepada kedua pasangan calon," kata Tgk Marsyuddin.
Simak: Politikus PDIP: Jokowi - Prabowo Berkawan Baik Meski Bersaing
Menjawab tantangan tersebut, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma’ruf, Hasto Kristiyanto mengatakan TKN menganggap tes membaca Al Quran ini tidak perlu dilakukan.
Sebab, kata dia, pemimpin tidak diukur dari kepiawaian mengaji, melainkan dari ketakwaan terhadap Tuhan. “Untuk urusan bangsa dan negara jangan permainkan isu-isu agama yang seharusnya membangun peradaban bersama,” kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, Ahad, 30 Desember 2018.
Hasto mengaku paham bagaimana masyarakat Aceh mendambakan sosok pemimpin yang agamis. Namun ia mengatakan bahwa pemimpin agamis yang ideal tercermin dari tindakan, bukan dari klaim. “Agamis itu diukur dari tindakan, bukan dari klaim,” kata dia.
Juru debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sodik Mudjahid, juga menilai tak perlu ada ujian membaca Al Quran bagi pasangan calon presiden-wakil presiden. Dia mengatakan yang lebih penting ialah pemahaman para calon pemimpin itu terhadap Al Quran, serta kitab-kitab suci lain.
"Kemampuan membaca Al Quran bukan syarat, tapi sebagai advantage saja, sehingga tes baca tulis tidak perlu dilakukan," kata Sodik melalui keterangan tertulis, Ahad, 30 Desember 2018.
Menurut Sodik, pemahaman para capres-cawapres terhadap Al Quran akan terlihat dari debat, pidato, dan ujaran dalam mengemukakan pendapat dan pikiran-pikiran mereka. Dia pun mengimbau para pemilih untuk mencermati buah pikiran para capres.
Prabowo Subianto bahkan gerah dengan berbagai label keislaman yang dilekatkan kepada dirinya. Dia mengaku bingung kadang disebut Islam garis keras, tetapi juga dianggap zionis pada saat yang lain. Dia juga disebut tak bisa menjadi imam salat.
Soal imam salat, Prabowo mengatakan tahu diri. Menurut dia, yang harus menjadi imam salat adalah orang yang lebih tinggi ilmu agamanya. Ketua Umum Gerindra ini merasa tak perlu malu mengakui bahwa tidak laik untuk menjadi imam salat.
"Lebih baik saya mengikuti orang yang lebih tinggi ilmunya. Untuk apa saya bohong, untuk apa saya pura-pura," kata Prabowo dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Senin, 17 Desember 2018.
Simak: Politikus PDIP Sebut Ada Kemungkinan Jokowi dan Prabowo Bersatu
Adapun dari kubu Jokowi, dalam berbagai kesempatan, timses selalu menampilkan sisi keislaman sang presiden dengan mengunggah foto ketika ia menjadi imam salat di berbagai tempat. Direktur Kampanye TKN Benny Rhamdani mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk menepis isu bahwa Jokowi anti-Islam.