TEMPO.CO, Jakarta - Polri belum menemukan adanya unsur pidana dalam pelaporan terhadap peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko. Widjo dilaporkan karena hasil penelitiannya yang menyebut bahwa ada potensi tsunami di Pandeglang Jawa Barat setinggi 57 meter akibat gempa bumi 'megathrust.'
Baca juga: Batal Dipolisikan, Peneliti Tsunami Pandeglang Lega
"Masih jauh kalau misalkan ada perbuatan hukumnya. Masih harus menghadirkan saksi ahli," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Kamis, 27 Desember 2018.
Dedi secara pribadi pun menilai, hasil penelitian milik Widjo sebenarnya tak bisa dikenakan pidana. Sebab, riset harus dibantah dengan riset. Kecuali jika riset yang dilakukan Widjo terbukti palsu.
"Lagipula justru masyarakat kan mendapat edukasi. Ada informasi yang bisa membuat Pemerintah Daerah mengantisipasi suatu bencana," ucap Dedi.
Informasi potensi tsunami itu disampaikan oleh Perekayasa Bidang Kelautan Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai (BTIPDP) BPPT, Widjo Kongko dalam kegiatan Seminar Ilmiah oleh BMKG dalam rangka memperingati Hari Meteorologi Dunia ke-68 yang dilaksanakan 3 April 2018 di Gedung Auditorium BMKG, Jakarta dengan topik Sumber-sumber Gempabumi dan Potensi Tsunami di Jawa Bagian Barat.
Sementara itu, Widjo telah mengklarifikasi mengenai kata "prediksi" yang seharusnya "potensi" terkait dengan tsunami 57 meter. Potensi itu hasil pemodelannya jika wilayah selatan Jawa Barat-Banten diguncang gempa megathrust. Paparannya juga berdasarkan data pada buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017. Pemakaian kata "prediksi", kata dia, berpotensi menurunkan martabat dan kehormatannya dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Baca juga: Tsunami Pandeglang, Ahli Bencana Akan Kaji Penelitian BPPT
Menurut Widjo Kongko, suatu paparan dari kajian ilmiah harusnya tidak tepat jika dipolisikan. "Tetapi kalau hanya klarifikasi, mestinya tidak apa-apa," tuturnya. Saat kasus itu mencuat, ia mengaku tidak kena teguran dari BPPT. "Kantor full support karena ini kan kajian ilmiah," katanya
ANWAR SISWADI