TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan empat upaya antikorupsi yang dijalankan oleh pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla selama ini.
Moeldoko mengatakan upaya pertama pemerintah dapat dilihat dari digitalisasi pelayanan. Layanan daring seperti e-tilang, e-smart, e-samsat, e-procurement, e-budgeting dan e-planing diklaim efektif dalam memerangi korupsi.
Baca: KPK: Presiden Harus Jadi Garda Terdepan Pemberantasan Korupsi
“Semua itu sungguh mempersempit upaya-upaya negosiasi dan seterusnya,” ujar Moeldoko dalam pidatonya pada acara Diseminasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis 20 Desember 2018.
Upaya selanjutnya, kata Moeldoko, adalah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi. Ia mengatakan karena ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai koordinator, kebijakan ini pun diakui sebagai alat yang membantu mencegah tindak korupsi.
Masih di ranah kebijakan, Moeldoko mengungkapkan pemerintah telah membuka akses bagi masyarakat untuk turut menjalankan pengawasan dalam rangka mencegah korupsi. Hal ini diatur dalam Perpres Nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca: LSI: 34 Persen Masyarakat Anggap Suap dan Gratifikasi Hal Wajar
“Kami juga memberi ruang seluas luasnya kepada masyarakat, bahkan pemerintah akan memberikan penghargaan bagi siapapun yang ikut berpartisipasi dalam hal ini,” kata mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia ini. Masyarakat yang melaporkan korupsi bisa mendapatkan uang hingga Rp 200 juta.
Terakhir, kata Moeldoko, adalah upaya Jokowi menandatangani perjanjian Mutual Little Assistance dengan pemerintah Swiss. Perjanjian ini, menurut dia, adalah komitmen pemerintah untuk mengejar duit hasil korupsi yang dilarikan ke luar negeri.
Menurut Moeldoko, sejauh ini baru Swiss yang terendus dan banyak diketahui publik. Namun ia mengatakan upaya ini selanjutnya akan masih terus dikembangan ke negara lain. “Ya selama ini di antaranya itu. Di antaranya itu publik banyak yang tahu bagaimana bank yang ada di Swiss. Sementara ini dipilih itu,” ujarnya.
Baca: LSI: 52 Persen Responden Berpersepsi Korupsi Meningkat Tahun Ini
Dari semua upaya itu, Moeldoko mengklaim hasilnya cukup memuaskan. Survei nasional antikorupsi 2018 yang diklaim dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia yang menunjukan kepercayaan publik naik.
Moeldoko mengatakan survei ini menunjukkan persepsi korupsi turun drastis dari 70 persen menjadi 52 persen yang merasa korupsi meningkat. “Tapi 52 persen juga masih tinggi, kami turunkan lagi untuk selanjutnya,” ujarnya.