TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dalam kasus dugaan suap terkait dana hibah ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). KPK menduga peran Mifathul signifikan dalam kasus dana hibah KONI ini.
Baca: Lima Fakta Kasus Suap Dana Hibah Kemenpora oleh Pengurus KONI
"Saya belum bisa simpulkan, tapi indikasinya memang peran yang bersangkutan signifikan," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu, 19 Desember 2018.
Saut mengatakan pihaknya menemukan sejumlah ketidaksesuaian antara jabatan dan peran yang dilakukan Miftahul. Namun, dia mengatakan masih harus menunggu pemeriksaan. "Kalau kita lihat jabatannya, bisa kita lihat seperti apa peranannya, ada beberapa yang tidak confirm satu sama lain dengan fungsinya," kata Saut.
KPK memeriksa Miftahul beberapa jam setelah melakukan opersi tangkap tangan (OTT) di Kemenpora pada Selasa, 18 Desember 2018. Kabar mengenai pemeriksaanya baru diketahui saat konferensi pers penetapan tersangka kasus tersebut yang dilakukan pada Rabu, 19 Desember 2018 malam. "Saya baru dapat update selain 12 orang yang diperiksa tadi. Yang ditanya memang sudah datang satu lagi, inisial MU (Miftahul Ulum). Masih diperiksa," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu malam, 19 Desember 2018.
Baca: Begini Akal-akalan Dana Hibah Kemenpora ke KONI dan Modus Suapnya
Dua belas orang yang diperiksa sebelum Miftahul Ulum itu terdiri dari unsur Kemenpora dan KONI. Lima orang di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus ini, yakni Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E. Awuy sebagai tersangka pemberi suap.
Sementara yang menjadi tersangka penerima suap adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen di Kemenpora dkk, Adhi Purnomo dan Staf Kementerian Kemenpora dkk, Eko Triyanto.
KPK menyangka Adhi Purnomo dan Eko menerima suap sedikitnya Rp 318 juta dari pejabat KONI terkait penerimaan dana hibah dari pemerintah yang diberikan melalui Kemenpora. Sementara, KPK menyangka Mulyana menerima duit suap dalam kartu ATM sebanyak Rp 100 juta. KPK menduga sebelumnya Mulyana telah menerima 1 unit mobil Toyota Fortuner pada April 2018, Rp 300 juta pada Juni 2018 dari Jhonny E. Awuy dan 1 telepon genggam Samsung Galaxy Note 9 pada September 2018.
Baca: KPK Minta Kemenpora Serius Benahi Proses Penyaluran Dana Hibah
Saut menuturkan kasus ini berawal saat KONI mengajukan proposal permohonan untuk mendapatkan dana hibah ke Kemenpora pada tahun anggaran 2018. Dana Kemenpora untuk KONI sebanyak Rp 17,9 miliar.
Namun KPK menduga pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut sebagai akal-akalan dan tidak berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya. Sebab, sebelum proposal diajukan, KPK menduga sudah ada kesepakatan antara Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan imbalan sebesar 19,13 persen yakni Rp 3,4 miliar.