TEMPO.CO, Jakarta - Politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera mengatakan, partainya akan menginvestigasi soal video perusakan bendera Partai Demokrat yang viral di media sosial. Namun Kapitra menyebut, kemungkinan pemuda yang ada di video tersebut adalah kebetulan "orang pasar" yang fanatik pada calon presiden yang diusung partainya.
Baca juga: Jokowi: Lebih Perlu Kampanye Hati ke Hati Ketimbang Pakai Baliho
Menurut Kapitra pelaku tersebut merasa seolah-olah SBY mencari kesempatan dalam kesempitan serta berupaya menghapus jejak Presiden Jokowi di Pekanbaru. Padahal, lanjutnya kedatangan Jokowi ke Pekanbaru adalah sebagai presiden bukan calon presiden.
"Makanya tidak ada satupun kalimat atribut yang menyatakan dukungan untuk Jokowi menjadi presiden untuk kedua kalinya. Semua seremonial yang dilakukan sangat sakral, tidak ada berkaitan dengan politik praktis," kata Kapitra di Pekanbaru, Riau Ahad 16 Desember 2018.
Kapitra Ampera di Pekanbaru, Minggu, video tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya. Apalagi menurutnya video yang direkam kemudian diviralkan juga merupakan suatu tindak kejahatan.
"Kita tak tahu, dia beri keterangan dimana, seseorang direkam dan diviralkan ini kejahatan tidak? sementara dia belum tentu bersalah. Ini bukan etika politik, seharusnya diberikan dulu ke polisi," ujarnya.
Sebelumnya beredar video yang memperlihatkan seseorang yang diduga pelaku perusakan bendera dan baliho Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau.
Dalam video tersebut seorang pria ditanyakan soal perusakan baliho Partai Demokrat. Pria itu kemudian menyebut nama Budi yang disebutnya menyuruhnya merusak baliho Partai Demokrat. Budi kata pria itu adalah orang PDIP.
Kapitra Ampera mengatakan orang PDIP yang dituduh melakukan pesanan atas perusakan atribut Demokrat tersebut belum tentu pengurus, bisa saja simpatisan.
Baca juga: PDIP Bantah Kadernya Dalang Perusakan Bendera Partai Demokrat
Dia juga mengatakan tak pernah mendengar ada nama Budi di kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah maupun Pusat PDIP seperti yang dituduhkan dalam video itu.
"Jadi saya lihat ada 'lebay' di sini supaya dibesar-besarkan. Kalau paham aturan di republik ini harusnya dikasih ke kepolisian. Ini main hukum sendiri, ini yang tidak bijak," kata Kapitra.