TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Imam Nahe'i turut mengomentari sikap Partai Solidaritas Indonesia atau PSI yang melarang praktik poligami di Indonesia.
Baca: PSI: Poligami Lebih Banyak Mudarat Ketimbang Manfaat
"Bagi kami, Komnas Perempuan, poligami adalah kekerasan terhadap perempuan," ucap Imam dalam acara diskusi Perempuan dan Politik; 'Bisakah Poligami di Indonesia Dilarang?" di Gado-gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 15 Desember 2018.
Imam menjelaskan, ada tiga kategori posisi negara dalam konteks poligami, yakni negara yang melarang praktik poligami, negara yang membatasi, dan negara yang mendiamkan atau cenderung mengiyakan. Indonesia, kata Imam, masuk dalam kategori negara yang membatasi praktik poligami.
"Di Indonesia diiyakan tapi harus ada izin istri, dan syarat lainnya yang seakan tidak memungkinkan terjadi praktik poligami," ucap Imam. Menurutnya, Indonesia sebenarnya telah memiliki tiga aturan perihal praktik poligami.
Baca: Komnas Perempuan: Yang Sebut Poligami Sunnah Nodai Islam
Imam menyebut, pelaku poligami bisa dikenakan pidana. Sebab, pada umumnya, mereka yang melakukan pernikahan tidak dicatatkan biasanya adalah pernikahan kedua atau ketiga. Dalam peraturan tentang kekerasan terhadap perempuan pun, kata dia, poligami menjadi salah satu penyebab timbulnya kekerasan. "Poligami bisa ke kekerasan fisik, psikis, dan ekonomi," kata Imam.
Sikap PSI yang anti poligami itu pertama kali diutarakan kepada publik oleh Ketua Umum PSI Grace Natalie. Politikus PSI, Dara Nasution menilai agar Indonesia menjadi bangsa yang kuat maka sikap adil harus datang dari unit terkecil, yakni keluarga. "Jika praktik itu masih muncul, bagaimana bisa ke arah tingkat negara?" ucap dia.
Untuk itu lah, PSI, kata Dara, akan memperjuangkan larangan poligami untuk pejabat publik, baik di tingkat eksekutif, legislatif, yudikatif hingga aparatur sipil negara (ASN). Bahkan, langkah itu sudah dimulai PSI dengan melarang kadernya beristri lebih dari satu orang, atau jika kader mereka nanti terpilih menjadi anggota dewan.
Selain itu, PSI juga bermaksud merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terutama yang mengizinkan praktik poligami. "Kenapa? Karena pejabat publik itu adalah pejabat yang didanai oleh negara. Kami menilai, negara harusnya tidak terlibat baik secara langsung atau tak langsung dalam melanggengkan praktik poligami," ucap Dara.