TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menggantikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam menghadiri peringatan hari hak asasi manusia internasional ke-70 di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Desember 2018.
Baca juga: Hari HAM Sedunia, KontraS Napak Tilas Pelanggaran HAM di Aceh
Jokowi semula diagendakan hadir pada pukul 13.30 WIB. Sedangkan JK dijadwalkan menghadiri peringatan HAM di Kementerian Hukum dan HAM di Jalan H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Namun, tepat pukul 13.30 WIB, JK yang terlihat datang ke Komnas HAM didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi.
"Mohon maaf kantor kami memang kecil tapi hati dan jiwa kami senantiasa besar menerima kedatangan Bapak Wakil Presiden dan Pak Moeldoko," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam sambutannya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM sebelumnya bakal menyerahkan sejumlah poin rekomendasi kepada Presiden Jokowi di acara perayaan Hari HAM Internasional pada hari ini. Poin-poin rekomendasi itu terkait dengan empat topik yang menjadi fokus Komnas HAM saat ini.
Menurut Ahmad Taufan Damanik, keempatnya ialah penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, intoleransi dan kebebasan beragama, konflik agraria, dan penguatan kelembagaan.
Ihwal penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, Taufan meminta Jokowi memerintahkan Jaksa Agung agar memulai proses penyidikan terhadap sepuluh berkas yang telah diserahkan Komnas. Kedua, Taufan mendorong dibukanya mekanisme di luar pengadilan.
"Memang dimungkinkan suatu mekanisme nonyudisial dan itu tergantung pada suatu putusan politik dari Bapak Jokowi, tetapi kami berikan catatan agar itu tetap dilakukan pada suatu dasar hukum," kata Taufan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 10 Desember 2018.
Taufan menuturkan, Jokowi dapat memprakarsai terbentuknya Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) atau aturan lainnya untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Asalkan, kata Taufan, aturan tersebut jelas dan akuntabel.
Berikutnya menyangkut isu konflik agraria. Taufan mengusulkan adanya penguatan mekanisme penyelesaian konflik agraria dalam mengatasi persoalan-persoalan yang ada. Komnas HAM menilai selama ini pemerintah masih cenderung sporadis dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terkait dengan konflik agraria.
Ihwal intoleransi dan kebebasan beragama, Komnas akan meminta pemerintah mengevaluasi peraturan di daerah yang diskriminatif dan mendorong sikap intoleransi dari kelompok tertentu. Taufan mencontohkan peraturan pendirian rumah ibadah. Menurut dia, aturan menyangkut ini perlu dikaji dan didiskusikan ulang.
"Sehingga masyarakat merasa ada keadilan dan kenyamanan mereka menjalankan hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia untuk beribadah," kata dia.
Baca juga: Komnas HAM Cari Informasi Lain Soal Kasus Pembunuhan di Papua
Rekomendasi yang terakhir menyangkut penguatan kelembagaan Komnas HAM. Taufan mengungkapkan, Komnas HAM berencana mendorong revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Penguatan kelembagaan yang diusulkan menyangkut sarana prasarana dan sumber daya manusia Komnas HAM, serta penguatan wewenang lembaga ini. Taufan mencontohkan, Komnas HAM selama ini banyak mengeluarkan rekomendasi untuk kementerian, lembaga, pemerintah daerah, termasuk korporasi.
Namun tingkat kepatuhan terhadap rekomendasi itu rendah lantaran Komnas tak memiliki instrumen untuk menuntut kepatuhan atau menjatuhkan sanksi. "Kami meminta Bapak Presiden agar membuat kebijakan supaya kementerian, lembaga, pemda, dan korporasi ini memiliki kepatuhan terhadap rekomendasi yang dikeluarkan Komnas."