TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang menuturkan dalam pemberantasan korupsi, Presiden Joko Widodo harus menjadi garda depan. Bahkan ia menggambarkan Jokowi yang memegang pedang pemberantas korupsi.
"Ya harus dipegang oleh dia (Jokowi), 'gua hajar lu kalau korupsi terus. Gua pecat lu," kata Saut di Hotel Akmani, Jakarta Pusat pada Senin, 10 Desember 2018.
Baca: LSI: 52 Persen Responden Berpersepsi Korupsi Meningkat Tahun Ini
Senada dengan Saut, Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo mengatakan KPK tak bisa sendiri dalam melakukan pencegahan korupsi. Menurut dia, dengan melihat negara-negara lain yang berhasil memberantas korupsi, komandonya berada di tangan presiden. "KPK adalah subsistem dari sistem politik yang komandonya adalah presiden," kata Adnan.
Ia pun meminta agar Jokowi lebih banyak berbicara tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi. Adnan melihat selama ini Jokowi masih minim membicarakan upaya memerangi korupsi.
Selain itu, Saut melihat dalam pemberantasan korupsi harus menerapkan prinsip dasar, yakni toleransi nol atau zero tolerance terhadap pelaku. Ia mencontohkan satu kasus yang terjadi di Singapura.
Baca: LSI: 34 Persen Masyarakat Anggap Suap dan Gratifikasi Hal Wajar
"Menjadi menarik ketika ada seorang di klinik gigi A, menghubungi saingan di klinik B, kamu bisa engga kasih tiga pasien ke klinik saya? Setiap satu pasien bisa dibawa ke saya, kamu saya kasih 50 dolar. Oleh KPK Singapura, ini orang baru berencana udah kena 15 ribu Singapur dolar," kata Saut.
Dari hasil survei bersama Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW), mayoritas masyarakat atau 81 persen responden masih menganggap KPK sebagai lembaga yang paling banyak melakukan pemberantasan korupsi. Sementara Presiden Jokowi berada di posisi kedua dengan 57 persen.
Sementara itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa 52 persen responden menilai tingkat korupsi meningkat. Angka persepsi terhadap korupsi itu menurun jika dibandingkan dengan persepsi responden dalam dua tahun terakhir. “Dari 70 persen di 2016, 55 persen di 2017, dan menjadi 52 persen di tahun ini," kata Peneliti Senior LSI, Burhanuddin Muhtadi.