TEMPO.CO, Jakarta - Persaudaran Alumni 212 akan menggelar Reuni 212 pada 2 Desember 2018. Reuni tersebut untuk memperingati dua tahun aksi 212 tahun 2016 yang menuntut mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dihukum.
Penanggung Jawab Reuni Akbar 212, Slamet Maarif, mengatakan acara yang akan dihelat di lapangan tugu Monumen Nasional itu merupakan ajang silaturahmi para peserta Aksi Bela Islam dahulu. "Murni silaturahmi, bahkan tokoh lintas agama pun hadir di reuni 212," kata Slamet, Rabu, 28 November 2018.
Baca: Surat Edaran BIN Soal Siaga I Reuni 212 Hoaks
Reuni aksi 212 itu mendapat banyak tanggapan dari berbagai tokoh, baik tokoh agama maupun tokoh pemerintahan. Berikut komentar dari tokoh-tokoh tersebut:
1. Reuni Akbar 212 diminta tak mempolitisasi agama
Ketua Harian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU Robikin Emhas mempersilakan PA 212 menggelar Reuni Akbar 212. Namun, ia berharap, aksi itu tidak diwarnai dengan politisasi agama. "Kalau kegiatan itu dimaksudkan sebagai ajang silaturahmi, silakan saja," kata Robikin, Kamis, 29 November 2018.
Menurut Robikin, kegiatan reuni 212 tak masalah jika bertujuan untuk mempererat persaudaraan umat Islam. Namun, dia mengimbau reuni itu jangan dijadikan medium ujaran kebencian dan adu domba.
2. Reuni 212 jangan sampai ditunggangi khilafah
Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengingatkan agar Reuni 212 tak ditunggangi kepentingan tertentu, termasuk isu khilafah. "Jangan mau ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan di luar kepentingan NKRI," ujar Cak Imin di kantor DPP PKB Jakarta pada Kamis, 29 November 2018.
Meski demikian, Cak Imin tetap menghormati aksi reuni 212 tersebut. Menurut dia, reuni merupakan hak demokrasi seseorang untuk bebas berkumpul dan menyatakan pendapat.
Baca: Panitia Undang Jokowi Hadir ke Reuni Akbar 212
3. Reuni 212 dinilai tak produktif
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai kegiatan Reuni 212 tidak produktif. "Aspirasi itu harus dihargai, semua orang harus menghargainya. Cuma kalau terus menerus berkali-kali pakai alumni, lama-lama itu tidak produktif," kata Jimly di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 29 November 2018.
Jimly mengatakan sebaiknya kaum muslimin tidak terlalu mengedepankan soal jumlah atau banyak-banyakan crowd politic atau politik kerumunan. Daripada kumpul-kumpul dengan ekspresi kemarahan, Jimly menyarankan umat Islam fokus meningkatkan kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta iman dan taqwa yang kuat. "Dan bekerja, berjuang secara terorganisir untuk kemajuan bangsa. Jadi politik kerumunan itu cukup untuk ekspresi," kata dia.
4. Reuni 212 disebut tak bermuatan politik
Penanggung Jawab Reuni Akbar 212, Slamet Maarif, mengatakan acara yang akan dihelat pada 2 Desember 2018 di lapangan tugu Monumen Nasional tidak bermuatan politik. Menurut dia, acara ini murni sebagai arena silaturahmi para peserta. "Bukan ajang politik praktis atau kampanye paslon tertentu," kata dia.
5. Agenda Reuni 212 diminta dipikir ulang
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengimbau agar kegiatan-kegiatan dalam acara Reuni Akbar 212 dipikirkan ulang. "Imbauan saya ya dipikirkan ulang kegiatan-kegiatan yang justru tidak membawa rasa damai," kata Moeldoko di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 29 November 2018.
Moeldoko mengatakan dirinya mendengar suara dari sejumlah komunitas mengenai reuni tersebut. Menurut dia, masyarakat dari berbagai komunitas mengaku takut. Apalagi, kata dia, ada rencana kegiatan pengibaran sejuta bendera tauhid dalam acara itu.
Baca: Pengamanan Reuni Akbar 212, Polri: Kecil, Ditangani Polsek Gambir