TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perkara suap proyek PLTU Riau-1. Meski begitu, Eni mengatakan dakwaan jaksa masih kurang detail.
"Saya menerima dakwaan itu, tapi JPU belum secara detail menyampaikan peristiwa-peristiwanya," kata Eni Saragih usai sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 29 November 2018.
Baca: Eni Saragih Didakwa Gratifikasi Rp 5,6 Miliar dari Pengusaha
Eni mengatakan akan akan menyampaikan lebih detail dalam sidang mendatang. Dia mengatakan akan kooperatif dalam persidangan. "Nanti saya sampaikan detail peristiwanya," kata dia.
Jaksa sebelumnya mendakwa politikus Golkar itu menerima suap Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo. Menurut jaksa, Kotjo memberikan uang tersebut supaya Eni membantunya mendapatkan proyek pembangkit itu. Jaksa mengatakan Eni berperan memfasilitasi pertemuan antara Kotjo dengan pihak terkait seperti Direktur Utama PLN Sofyan Basir untuk membahas proyek PLTU Riau-1.
Baca: KPK Periksa Petinggi PT PLN Batubara untuk Kasus PLTU Riau-1
Selain itu, jaksa menyatakan Eni menerima gratifikasi sejumlah Rp 5,6 miliar dan Sing$ 40 ribu dari empat pengusaha bidang minyak dan gas. Menurut jaksa KPK, uang tersebut diminta Eni untuk mengongkosi biaya pemilihan kepala daerah suaminya, Muhammad Al Khadziq yang menjadi calon bupati Temanggung.
Jaksa mengatakan Eni menerima uang tersebut karena telah memfasilitasi pertemuan antara pengusaha tersebut dengan pejabat di sejumlah kementerian. Empat pengusaha yang disebut memberikan uang ke Eni adalah Direktur PT Smelting Prihadi Santoso yang memberikan Rp 250 juta, Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) Herwin Tanuwidjaja SGD 40 ribu dan Rp 100 juta. Pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan Rp 5 miliar dan Presiden Direktur PT Isargas Iswan Ibrahim Rp 250 juta.
Baca: Johannes Kotjo Beberkan Peran Eni Saragih dalam Kasus PLTU Riau-1