TEMPO.CO, Jakarta - Sunanto alias Cak Nanto terpilih sebagai Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022 lewat Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke XVII di Gedung Sportstarium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Rabu, 28 November 2018. Sunanto menggantikan Dahnil Anzar Simanjuntak yang masa kepemimpinannya berakhir tahun ini.
Sunanto berhasil mendulang suara sebanyak 590 suara, sedangkan dua rivalnya Ahmad Fanani mendapat 266 suara dan Ahmad Labib 292 suara. "Terimakasih untuk dukungannya, ini kemenangan bersama dan saya berharap semua tetap bersatu dalam tubuh Pemuda Muhammadiyah karena perjuangan masih panjang," kata Sunanto kepada pendukungnya di pelataran lokasi muktamar di UMY.
Baca: Sesmenpora Sebut Pengembalian Duit Pemuda Muhammadiyah Tak Lazim
Berikut 5 fakta tentang Muktamar Pemuda Muhammadiyah yang dirangkum Tempo:
- Pemilihan ketum sempat diundur
Pemilihan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022 diundur menjadi Rabu pagi, 28 November 2018. Awalnya pemilihan pengganti Dahnil Anzar Simanjuntak itu akan dilakukan pada Selasa petang, 27 November 2018.
- Prabowo Subianto batal diundang
Calon presiden Prabowo Subianto batal diundang dalam acara Muktamar ke-XVII Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, Rabu, 28 November 2018. Menurut Prabowo, ada masalah teknis sehingga ia tak jadi menghadiri kegiatan yang salah satu agendanya menentukan ketua umum tersebut. "Enggak tahu kenapa (tidak jadi diundang). Mungkin tampang saya kurang menyenangkan bagi beberapa pihak," kata Prabowo dalam rilis yang disiarkan tim medianya pada Rabu sore.
Prabowo mengungkapkan alasan batalnya kunjungan ke acara Muktamar Pemuda Muhammadiyah itu saat bersilaturahmi dengan warga Muhammadiyah Yogyakarta di sebuah hotel di Sleman.
Baca: Sunanto Terpilih Jadi Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah 2018-2022
- Muktamar diwarnai kasus penyelewengan dana kemah pemuda
Muktamar Pemuda Muhammadiyah XVII diwarnai dengan kasus dugaan penyelewengan dana kemah tahun 2017 yang turut menyeret Ketua Umum Dahnil Anzar Simanjuntak. Tak hanya Dahnil, salah satu calon ketua umum Pemuda Muhammadiyah yang tengah ikut bersaing dalam suksesi di organisasi itu, yakni Ahmad Fanani, ikut diperiksa polisi dalam kasus yang diinisiasi Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut.
Tak ayal, kasus dana kemah ini menjadi bola liar saat muktamar. Salah satu isu yang berkembang kuat jika pelaporan kasus dana kemah itu ke polisi berasal dari kalangan internal. Tudingan pun ikut mengarah ke calon-calon ketua umum lain yang notabene tak ikut terseret.atau diperiksa polisi dalam kasus itu.
- Calon ketua mengerucut dari enam menjadi tiga orang
Calon Ketua Pemuda Muhammadiyah yang bersaing dari enam mengerucut menjadi tiga calon saja. Sebelumnya, enam calon ketua umum Pemuda Muhammadiyah adalah Ahmad Fanani (Wiraswasta), Ahmad Labib (terafiliasi pada partai politik), Andi Fajar Asti, Faisal (akademisi), Muhammad Sukron (terafiliasi pada partai politik), dan Sunanto (aktivis sosial).
Dalam prosesnya, Sunanto dan Sukron berkoalisi, tiga calon lainnya juga sudah menyatakan berkoalisi, yaitu Ahmad Labib, Andi Fajar Asti dan Faisal. Mereka menamakan dirinya sebagai koalisi Ta'awun. Sehingga tersisa satu orang yang tak menyatakan berkoalisi, yaitu Ahmad Fanani. Dari info yang diterima Tempo, Fanani merupakan orang yang didukung dan disiapkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak untuk melanjutkan kepemimpinan, serta didukung mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais. Meski Fanani sendiri membantah.
Baca: Sunanto Janji Tak Seret Pemuda Muhammadiyah ke Politik Praktis
- Ketum Pemuda Muhammadiyah jamin netralitas di pilpres 2019
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022, Sunanto menyatakan akan mendukung langkah Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir untuk menjaga netralitas organisasi Islam ini menjelang pilpres 2019.
Di tahun politik, kata Sunanto, semua kader harus menjaga khittah Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu menjaga kedekatan yang sama dengan semua partai politik dan calon presiden. Sebab, Muhammadiyah adalah gerakan islam, dakwah dan kultural. "Tidak boleh menyeretnya kepada kepentingan politik pragmatis. Individu-Individu silakan, itu pilihan, tapi jangan bawa-bawa nama besar Muhammadiyah," ujar Sunanto lewat keterangan tertulis pada Kamis dinihari, 29 November 2018.