INFO NASIONAL - Di hadapan ribuan santri Pondok Pesantren Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, Jawa Barat, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengingatkan bahwa hidup di dunia itu berlaku hukum alam. Siapa yang kuat akan menjadi raja Dan menguasai yang lemah. Karena itu, umat Islam harus bersatu, jangan terpecah belah agar tidak mudah dikalahkan.
"Perpecahan membuat kita lemah sehingga mudah dikalahkan. Sejarah telah memberikan pelajaran, penjajah Belanda bisa memadamkan aksi perlawanan para pejuang karena kita mau dipecah belah," kata Zulkifli Hasan saat memberikan sambutan pada acara Qini Nasional ke-139 di Ponpes Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, sekaligus peringatan maulid Nabi SAW. Acara tersebut berlangsung di masjid Al Fattah, Komplek Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya, Sabtu malam, 24 November 2018.
Baca Juga:
Qini Nasional adalah event tarekat yang dilaksanakan tiga kali setahun, masing-masing pada bulan Maulid, Rajab, dan Zulhijjah. Qini nasional dilaksanakan untuk menyambung silaturrahim antara Mursyid tarekat dengan murid, agar para murid bisa terus mendapat bimbingan Islam. Pelaksanaan Qini Nasional pertama kali dilaksanakan pada 1978. Qini Nasiomal yang dilaksanakan bulan Maulud tahun ini adalah yang ke-139. Ikut hadir pada acara tersebut, Mursyid Tarekat Idrisiyyah Tasikmalaya Syekh Muhammad Fathurahman.
Selain menjaga persatuan, menurut Ketua MPR, para santri dan generasi muda harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena hanya dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sajalah bangsa Indonesia bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
"Saat ini SDM kita tertinggal jauh dibanding negara lain, dan hanya berada pada urutan ke 62 di dunia. Butuh perjuangan keras agar bisa mensejajarkan diri dengan bangsa lain. Karena itu, banyaklah belajar dan membaca buku," kata Zulkifli lagi.
Baca Juga:
Pada kesempatan itu, Zulkifli Hasan kembali menegaskan bahwa santri dan ulama selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjuangan bangsa Indonesia. Pada 1905, sebelum lahirnya Budi Utomo, terlebih dahulu lahir Sarikat Islam. Kemudian Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta organisasi Islam lainnya.
Bahkan, sebelum lahirnya Pancasila pada 18 Agustus 1945, sudah disahkan dahulu naskah Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Tetapi, karena ada keberatan sejumlah tokoh Indonesia Timur, para ulama rela mengorbankan naskah Piagam Jakarta, dan menerima Pancasila, semata-mata agar proklamasi Kemerdekaan Indonesia bisa dipertahankan. (*)