Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cerita Kelam Korban Kekerasan Seksual, Melawan Trauma dan Stigma

image-gnews
Peserta aksi solidaritas
Peserta aksi solidaritas "YY adalah Kita" oleh Komite Aksi Perempuan menyalakan lilin di depan Istana Negara, Jakarta, 4 Mei 2016. Dalam aksi tersebut, mereka meminta Presiden Joko Widodo berkomitmen melindungi perempuan, anak dan disabiltas dari kekerasan seksual. TEMPO/Amston Probel
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta – YF, 33 tahun, korban kekerasan seksual oleh petugas Transjakarta, ingat benar kata per kata Jaksa Penuntut Umum Sinta Dewi ketika membacakan tuntutan terhadap empat pelaku pemerkosaannya pada 25 Juni 2014. Ia merasa sesak saat mendengar tuntutan hukuman yang dialamatkan kepada para pelaku.

“Mereka dituntut 1 tahun 6 bulan penjara. Saat itu aku tidak bisa berharap apa-apa lagi,” kata YF pada Ahad, 18 November lalu di Plaza Kalibata, Jakarta Selatan. Tuntutan jaksa itu sama dengan vonis yang dijatuhkan hakim kepada keempatnya. Mereka divonis melanggar pasal 281 KUHP tentang Kejahatan atas Kesusilaan.

YF tak menyangka ganjaran bagi pelaku pelecehan seksual di Indonesia tampak tak serius. Warga Kemayoran, Jakarta Pusat, itu mengatakan hukum bui bagi empat perenggut martabatnya itu terasa tak setimpal dengan efek yang ia terima pascatragedi.

Baca: Darurat Kekerasan Seksual dan Pembahasan RUU PKS yang Lambat

Ia kemudian membekap wajahnya. “Maaf,” kata dia. Dengan kalimat yang sesekali terpenggal, ia mulai berkisah merunut kejadian pilu yang terjadi pada Senin siang, 20 Januari 2014.

Pagi itu, seperti biasa YF berangkat bekerja menggunakan bus Transjakarta. Transportasi itu menjadi pilihannya sehari-hari untuk menuju kantornya di kawasa Pluit, Jakarta Utara. Namun cuaca kala itu kurang bersahabat. Hujan terus menerus turun dan membuat jalanan ibu kota dikelilingi genangan air.

YF sempat dilarang pergi bekerja oleh ibu dan adiknya karena khawatir penyakit asmanya kambuh. Penyakitnya itu gampang kambuh bila kena cuaca adem. Namun YF berkukuh berangkat kerja. Ia pun menaiki bus yang penuh penumpang. Karena kedinginan dan kurang oksigen, asmanya kambuh. Ia pingsan saat bus tiba di Halte Senen Sentral.

Saat sadar, YF berada di Halte Harmoni. Dibantu seorang ibu dan seorang petugas on board bus Transjakarta, YF dibawa ke sebuah kursi untuk beristirahat. Ia ditemani oleh petugas keamanan Halte Harmoni bernama Edwin Kurnia Lingga.

Baca: Komnas Sebut Banyak Kekerasan terhadap Perempuan Tak Tertangani

Lantaran kondisi YF makin lemas, Edwin menawarinya untuk beristirahat di tempat lain. Edwin pun memanggil dua temannya, M Irfan, dan Dharman R Sitorus, untuk memapah YF. Sedangkan M Kurniawan muncul belakangan. Mereka membawa YF ke ruang genset di halte. Di sini lah petaka itu terjadi. “Saya merinding kalau ingat. Tapi saya harus ceritakan semua,” kata dia.

Meski sempat gamang, YF akhirnya melapor ke polisi atas kejadian pelecehan seksual yang dialaminya. Sebelumnya, ia telah melapor ke pihak Transjakarta. YF datang tanpa pendamping ke kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat sehari setelah kejadian. Sebab kala itu yang mengetahui kejadian itu hanya bosnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah pelaporan, kasusnya pun mulai bergulir. Namun ia mengaku mengalami sejumlah hal tak mengenakkan selama mengikuti proses hukumnya. Salah satunya saat ia menjalani pemeriksaan di kepolisian. “Saya korban perkosaan. Tapi saya mendapat cecaran pertanyaan seperti maling,” ujarnya. Di persidangan pun ia merasa tak dihargai sebagai korban. Lebih dari lima bulan ia bersabar menjalani proses hukum yang berat itu. Meski vonis telah jatuh dan pelaku dihukum, namun perjuangannya belum usai.

Puluhan massa Aliansi Masyarakat Tolak Kekerasan Seksual menggelar aksi long march dengan membawa spanduk menuju gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai bentuk dukungan agar disahkannya RUU penghapusan kekerasan seksual menjadi undang-undang di Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Selasa 8 Desember 2015. TEMPO/Subekti

Saat ini, YF mengaku masih berjuang menghadapi hari-hari berat setelah tragedi. Bukan lagi memikirkan masalah sanksi pelaku yang tak adil, melainkan stigma lingkungan yang membuatnya kerap ingin menyerah menjadi manusia. “Aku manusia berharga. Aku bukan aib,” kata dia.

Kasus YF itu hanya salah satu dari ribuan peristiwa kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi setiap tahun di Indonesia. Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu menyebut apa yang dialami YF dirasakan juga oleh para korban lainnya. “Korban rata-rata tak mau bersuara karena stigma dan tekanan sosial,” ujarnya kepada Tempo.

Perempuan yang telah dirundung perilaku perkosaan kerap dipandang sebelah mata. Maka, kata Azriana, karena takut dengan pandangan sosial, korban memilih menutupinya. Keluarga korban juga pada umumnya juga langsung meminta korban tak menceritakan pelecehan tersebut kepada orang lain.

Baca: Ombudsman RI Desak ada Pembekalan KKN Soal Pelecehan Seksual

Azriana pun menyinggung buruknya sistem hukum di Indonesia. Menurut dia, pihak berwenang atau ahli hukum sering tidak mengerti situasi psikologi korban. “Korban acap ditanya hal-hal yang justru membuatnya merasa terintimidasi,” ujarnya. Hal itu juga terjadi dalam kasus YF.

Karena itu, Komnas Perempuan dan sejumlah lembaga pemerhati perempuan getol mendorong disahkannya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dalam rancangannya, aturan itu akan mengatur lebih khusus mengenai penanganan kasus kekerasan seksual. Mulai dari mengatur proses acara pidana, pemulihan korban, perlindungan hak korban dan frasa relasi gender dalam ketimpangan seksual.

Namun, menurut Azriana, pasal-pasal kunci tersebut justru hilang dari daftar inventarisasi masalah yang diajukan pemerintah. Ia pun berharap DPR dan pemerintah bisa segera bertemu dan menyelesaikan beleid ini dengan memprioritaskan perspektif korban. “Tekanan publik bisa membuat pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual naik jadi prioritas utama,” ujarnya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

1 hari lalu

Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari. Facebook
Kiai Abal-Abal Pemerkosa Santri di Semarang Divonis 15 Tahun Bui, Mantan Jamaah Harap Laporan Penggelapan Uang Segera Diusut

Muh Anwar, kiai abal-abal Yayasan Islam Nuril Anwar serta Pesantren Hidayatul Hikmah Almurtadho divonis penjara 15 tahun kasus pemerkosaan santri.


Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

5 hari lalu

Ivan Gunawan. Foto: Instagram/@ivan_gunawan
Bercanda Soal Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan Akui Salah dan Minta Maaf

Ivan Gunawan mengunggah video pada Ahad petang ini untuk meminta maaf atas candaan kekerasan seksual yang dilontarkannya.


Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

6 hari lalu

Ivan Gunawan. Foto: Instagram/@ivan_gunawan
Panen Hujatan Usai Buat Candaan Kekerasan Seksual, Ivan Gunawan: Tarik Napas Dalam-dalam

Ivan Gunawan menuai hujatan tajam usai membuat lelucon tentang kekerasan seksual yang melibatkan Saipul Jamil.


Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

7 hari lalu

Ilustrasi menonton pornografi. Shutterstock
Kecanduan Pornografi Meningkat sejak Pandemi, Begini Kata Pakar

Kecanduan pornografi meningkat di masa pandemi Covid-19 bahkan anak yang masih kecil pun sudah terpapar.


BEM UI Kritik Penganiayaan TNI Terhadap Warga Papua, Dibalas Serbuan Tantangan KKN di Wilayah KKB Papua

12 hari lalu

Unggahan BEM UI di Instagram pad 26 Maret 2024. Instagram/bemui_official
BEM UI Kritik Penganiayaan TNI Terhadap Warga Papua, Dibalas Serbuan Tantangan KKN di Wilayah KKB Papua

Ini berawal saat BEM UI mengunggah kritik yang menyoroti kasus penganiayaan warga di Papua oleh aparat.


13 Anggota Satgas PPKS UI Mundur, Apa Tugas dan Wewenang PPKS di Perguruan Tinggi?

15 hari lalu

Aliansi BEM se-UI usai menggelar aksi simbolik menutup gerbang masuk gedung Rektorat UI sebagai bentuk dukungan terhadap Satgas PPKS, Kamis, 27 Juli 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
13 Anggota Satgas PPKS UI Mundur, Apa Tugas dan Wewenang PPKS di Perguruan Tinggi?

13 anggota Satgas PPKS UI mengundurkan diri. Bagaimana tugas dan wewenang PPKS perguruan tinggi tangani kekerasan seksual di lingkungan kampus?


13 Anggota Satgas PPKS UI Kompak Mundur, Ini Alasannya

16 hari lalu

Aliansi BEM se-UI usai menggelar aksi simbolik menutup gerbang masuk gedung Rektorat UI sebagai bentuk dukungan terhadap Satgas PPKS, Kamis, 27 Juli 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
13 Anggota Satgas PPKS UI Kompak Mundur, Ini Alasannya

Ketua Satgas PPKS UI Manneke Budiman menegaskan bahwa pernyataan pengunduran diri tersebut telah disepakati semua anggota.


Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

21 hari lalu

Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari. Facebook
Kiai Abal-Abal Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Santri di Semarang Dituntut 15 Tahun Penjara

Bayu Aji Anwari, pimpinan Yayasan Islam Nuril Anwar Kota Semarang dituntut 15 tahun penjara. Didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap 6 santri.


Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

29 hari lalu

Ilustrasi KDRT. radiocacula.com
Beredar Video Seorang Suami Diduga Sekap Istri di Kandang Sapi, Komnas Perempuan Bilang Begini

Beredar video yang memperlihatkan seorang istri diduga disekap di kandang sapi oleh suaminya di Jember, Jawa Timur. Komnas Perempuan buka suara.


Fakultas Filsafat UGM Dalami Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa dengan Korban 8 Orang

31 hari lalu

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (FOTO ANTARA)
Fakultas Filsafat UGM Dalami Dugaan Kekerasan Seksual Mahasiswa dengan Korban 8 Orang

Fakultas Filsafat UGM menunggu laporan dari para korban untuk penanganan yang lebih tepat dan cepat.