TEMPO.CO, Yogyakarta - Lembaga Rifka Annisa yang bergerak di bidang perlindungan korban Kekerasan Dalam Rumah Tanga (KDRT) menyebut banyak istri yang tidak mau membawa perkara penganiayaan terhadap dirinya ke ranah hukum apalagi perceraian. Para korban masih memegang anggapan bahwa pasangannya akan berubah sehingga tetap bertahan.
Baca: Komnas Perempuan: KDRT Jadi Kasus Terbanyak pada Perempuan
Manajer Divisi Humas dan Media Rifka Annisa, Diferentia One, mengatakan salah satu alasan para korban tidak ingin perkara KDRT terkuak ke publik atau malah berakhir dengan perceraian karena adanya stigma di masyarakat. Para korban takut mendapat cap mereka tidak taat kepada suami.
Baca: Kisah Rachael Ostovich, Petarung MMA Wanita Korban KDRT
“Kalau sudah mentok, enggak bisa ditolerir, korban baru meminta cerai,” kata One, Kamis, 22 November 2018. “Dalam konseling, kami jelaskan risiko dan konsekuensi dari perceraian. Perempuan yang memutuskan cerai itu benar-benar harus siap.”
Simak kelanjutannya: Berapa angka KDRT yang terjadi tiga tahun terakhir?