TEMPO.CO, Jakarta - Southeast Asia of Freedom Expression Network (SAFEnet) meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan amnesti atau pengampunan kepada bekas guru honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun. SAFEnet menolak putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan Baiq bersalah karena mendistribusikan rekaman percakapan dengan pimpinannya.
Baca: Begitu Terima Salinan Putusan, Baiq Nuril Segera Ajukan PK
"Mendesak Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara untuk mengambil opsi pemberian amnesti sebagai langkah akhir untuk menghentikan ketidakadilan ini," kata relawan SAFEnet, Ika Ningtyas, dalam keterangan pers, Ahad, 18 November 2018.
Baiq Nuril merupakan guru honorer di SMAN 7 Mataram yang merekam pembicaraannya dengan mantan kepala sekolah berinisial M pada 2017 lalu. Dalam rekaman, si kepala sekolah melakukan pelecahan seksual dengan menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan perempuan yang bukan istrinya.
Nuril merekam percakapan tersebut sebagai cara untuk melindungi dirinya serta bukti bahwa dia tidak memiliki hubungan khusus dengan pelaku. Namun, rekaman tersebut kemudian tersebar tanpa dikehendaki Baiq.
Baca: PBNU Sesalkan Putusan MA terhadap Baiq Nuril
M kemudian melaporkan Baiq dengan tuduhan menyebarkan rekaman tesebut. Majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram memutus Baiq tidak bersalah pada 2017. Hakim menyatakan yang mendistribusikan rekaman tersebut adalah rekan kerja Nuril.
Jaksa mengajukan kasasi ke MA atas vonis tersebut, yang memutuskan Nuril bersalah dengan hukuman penjara selama enam bulan dan denda Rp 500juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut Ika, putusan kasasi MA tidak memperhatikan fakta persidangan di tingkat PN Mataram. Dalam persidangan, Nuril tidak terbukti melakukan penyebaran konten seperti yang dituduhkan. "Lebih jauh lagi, tidak ada unsur mens rea atau niatan jahat dari Ibu Nuril saat merekam, karena itu adalah tindakan membela diri dari pelecehan seksual oleh atasannya," kata SAFEnet.