TEMPO.CO, Jakarta - Dua alumnus Dewan Perwakilan Daerah atau DPD yaitu Muspani dan Bambang P Soeroso mengirimkan surat pengaduan ke Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah atau BK DPD terkait surat seruan peninjauan ulang keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibuat oleh Wakil Ketua DPD Nono Sampono.
Baca juga: Polemik OSO Dilarang Jadi Caleg, DPD Minta Jokowi Tinjau MK
Muspani, anggota DPD periode 2004-2009 mengatakan surat itu dikirim setelah melihat dampak surat yang dikeluarkan Nono Sampono itu terhadap lembaga DPD.
“Kami diskusikan, wah ini besar dampaknya. Jadi kami bersikap,” ujar Muspani kepada Tempo, Selasa 13 November 2018.
Muspani mengatakan, keliru bila keputusan penting seperti itu hanya mengatasnamakan pribadi wakil ketua DPD saja. Seharusnya, kata Muspani, untuk mengirim surat kepada lembaga negara lain memerlukan keputusan yang dirumuskan dalam sidang paripurna.
“Bahwa seandainya pun surat tersebut diterbitkan berdasarkan persetujuan anggota DPD RI yang diputuskan dalam sidang paripurna DPD RI, penerbitan surat tersebut pun tidak dapat dibenarkan karena tidak tepat secara substantif,” kata Muspani dalam suratnya.
Sebelumnya surat yang dilayangkan Nono Sampono itu menyoal Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD. Nono menilai putusan itu menghilangkan hak-hak politik dan konstitusional warga negara.
Baca juga: Soal Aturan DPD, Oesman Sapta Odang Gugat KPU ke Bawaslu
Nono mengklaim bukan hanya lembaganya yang sepakat soal ini, tapi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga sudah mengirimkan surat serupa kepada Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya.
Adapun Muspani mengatakan alasan kenapa baru bersikap sekarang meskipun surat DPD itu sudah diedarkan dua bulan yang lalu. Alasannya karena ia berada di daerah dan baru selesai mendiskusikan soal ini bersama alumni DPD lainnya.