Bersama para relawan itu, Jeremy berjaga selama sepekan lebih dalam operasi evakuasi korban Lion Air. Mereka bermalam di bawah tenda darurat yang dipasang di dekat mobil off-road. Tenda itu berukuran tak lebih dari 2 x 3 meter.
Ada dua velbed nangkring di bawah tenda. Para anggota IOF bergantian tidur di sana sepanjang malam. Kadang-kadang, 2-3 anggota komunitas balik ke kota. Namun ada yang siaga berjaga tiap hari, seperti Jeremy.
Pada hari kedelapan, Jeremy tinggal di dermaga JICT 2. Kala mengobrol dengan Tempo, Jeremy tengah bersantai. "Istirahatnya ya begini. Kalau belum ada penyelam atau tim SAR yang butuh, ya dipakai untuk santai," katanya.
Baca: Basarnas Jelaskan Proses Evakuasi ke Keluarga Korban Lion Air
Belum lama mengobrol, Jeremy mendapat permintaan untuk memasak air dan membuat mi instan. Tugas-tugas sederhana itu ia lakukan saban pagi sampai malam.
Di sela perbincangan, Tempo menyaksikan sebuah baju menyelam menggantung di pilar penyangga atap tenda. Baju itu berwarna hitam dan berukuran L. Kata Jeremy, ia baru saja mencucinya. "Swim suite ini milik anggota penyelam dari tim SAR," ujarnya. Mencuci baju selam bukan perkara mudah. Sebab, ia harus paham betul tekniknya supaya baju itu tak rusak.
Anggota Basarnas mengevakuasi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Pantai Karawang Utara, Jawa Barat, Jumat, 2 November 2018. Rumah Sakit Polri Kramat Jati berhasil mengidentifikasi tiga jenazah korban Lion Air JT-610, dengan nama Monni, Candra Kirana dan Hizkia Jorry Saroinsong. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Selain itu, aroma tak sedap yang dibawa penyelam dari dasar laut acap membuatnya sedikit mual. Menurut Jeremy, baju-baju itu berbau lumpur dan amis karena terkena air laut. Jeremy mengungkapkan dirinya pernah merasa bosan. Namun, naluri kemanusiannya menggerus kebosanan itu.
Kecintaan Jeremy dan relawan lain terhadap aktivitas kemanusiaan tidak hanya ditunjukkan saat melawan kebosanan. Mereka juga harus rela meninggalkan pekerjaannya. Jeremy, yang berprofesi sebagai pengusaha, meninggalkan urusan gaweannya sejak mengurusi bencana gempa Palu dan Lion Air. Ia hanya memantau pekerjaannya lewat dunia maya.
Sedangkan relawan lain, kata Jeremy, rata-rata meminta izin sampai cuti. Absennya para relawan dari perkantoran disertai oleh surat dari Basarnas. "Rata-rata perusahaan mengizinkan," katanya. Sepanjang menjadi relawan, mereka pun tak mendapatkan bayaran.
Jeremy tak menampik bahwa mencari uang penting. Namun misi kemanusiaan lebih memantik semangat. Menjadi relawan adalah cara untuk menghidupkan semangat kemanusiaan. "Jadi kami rela tak dibayar. Itu sudah jadi semangat kami," katanya.