TEMPO.CO, Jakarta - Berhari-hari menyelam di laut Tanjung Karawang untuk mencari korban pesawat Lion Air JT 610, pikiran anggota Basarnas Special Group atau BSG tak lepas dari keinginan menyantap hidangan sederhana di daratan. Dua anggota tim khusus itu adalah Riqi , 26 tahun dan Taufiq Mujiono (31).
Baca juga: Tiga Korban Lion Air JT 610 Teridentifikasi dari Sepatu dan Tato
"Saya 2-3 hari di laut, lalu ke darat, nanti balik lagi," kata Riqi kepada Tempo di Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 5 November 2018. Setiap kali kelar bertugas, ia membayangkan menu-menu makanan sederhana di angkringan.
Nasi bungkus alias nasi kucing, gorengan, dan aneka macam sate, lengkap dengan wedang jahenya menjadi santapan yang tak terpisahkan dari pikirannya sepanjang perjalanan mendarat ke dermaga JICT. Tenda-tenda penjaja makanan ala tongkrongan sederhana masyarakat Yogyakarta itu memang banyak dijumpai di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, kala petang hari.
Tak berlainan dengan Riqi, Taufiq juga membayangkan santapan senada. Bagi keduanya, angkringan adalah medium paling pas untuk berelaksasi. Sedangkan suasana hangat dan obrolan yang teramu antar-pembeli di bawah tenda angkringan menjadi penyegar pikiran setelah berhari-hari bergelut dengan gelombang laut yang tak tentu.
Riqi dan Taufiq sama-sama menyebut angkringan sebagai sarana refreshing. Mereka bercerita, kendati sudah terlatih bertugas di medan bencana, tim BSG perlu waktu untuk mengendurkan pikiran.
"Karena penat juga kan di laut. Selain fisik capek, pikiran juga," ujar Riqi.
Dalam operasi pencarian korban dan serpihan badan pesawat Lion Air JT 610, Riqi dan Taufiq bertugas sebagai penyelam. Sejak hari pertama peristiwa kecelakaan pada 29 Oktober lalu terjadi, mereka sudah turun ke titik koordinat lokasi diduga jatuhnya pesawat.
Baca juga: Seorang Penyelam Meninggal Saat Pencarian Pesawat Lion Air JT 610
Keduanya menyelam saat sebagian wilayah perairan masih tercampur minyak avtur. Di dalam laut dengan kondisi gelombang tinggi dan berlumpur, mereka bergerilya mencari korban. Dalam benak keduanya, masih ada korban yang selamat untuk segera dievakuasi. Namun keinginan itu pupus saat menyaksikan kondisi terakhir mayat.
Dalam kondisi yang demikian, tekanan yang dihadapi bukan hanya fisik, tapi juga nurani. Riqi mengaku ingin segera menemukan korban sampai tuntas lantaran membayangkan kondisi keluarga yang menanti.
Berkantong-kantong jenazah yang berhasil diangkut ke darat pun membuat keduanya sedikit berlega hati. Setelah mengelarkan tugas itu, mereka butuh sejam-dua jam untuk mencari hiburan sederhana: mengenyangkan perut dan memanjakan lidah.