TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Arab Saudi mengeksekusi hukuman mati buruh migran Indonesia, Tuti Tursilawati, pada Senin, 29 Oktober 2018. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Tuti dieksekusi mati tanpa ada pemberitahuan resmi kepada pemerintah Indonesia.
Baca: Setelah Tuti Tursilawati, Masih 13 WNI Terancam Eksekusi Mati
Padahal berdasarkan situs Serikat Buruh Migrant Indonesia (SBMI), Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengawal kasus Tuti sejak ia ditangkap otoritas Arab Saudi pada 2010. Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah, misalnya, sudah tiga kali mendampingi investigasi oleh kepolisian.
Selain itu, KJRI Jeddah juga sudah menunjuk pengacara untuk Tuti Tursilawati. Total, KJRI tiga kali memilih pengacara. Teranyar, pengacara Tuti Tursilawati bernama Mazen AI-Kurdi. Masih dalam situs yang sama, KJRI bahkan sampai 20 kali melakukan penelusuran ulang atas kasus yang menjerat Tuti.
Selain bantuan hukum, Pemerintah Indonesia juga menempuh jalur diplomasi. Pemerintah, misalnya, sudah mengirim nota diplomatik sebanyak 20 kali. Bahkan pada 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengirim surat kepada Raja Arab Saudi. Pada Desember 2011, Presiden ke-3 BJ Habibie juga bertemu dengan Pangeran Waleed Bin Talal untuk meminta tolong agar keluarga korban memaafkan insiden ini.
Tuti didakwa membunuh majikannya, Suud Malhaq Al Utibi. Dari penjelasan yang diterima pihak keluarga, tindakan pembunuhan yang dilakukan Tuti kepada majikannya merupakan upaya pembelaan diri. Ini dikarenakan dirinya sering menerima tindakan kekerasan, termasuk ancaman pemerkosaan.
Baca: Soal Tuti Tursilawati, Arab Saudi Dinilai Cederai Etika Diplomasi
Makanya, Pemerintah Indonesia pun tercatat sudah 5 kali menggelar rekonsiliasi melalui Lembaga Pemaafan dengan keluarga Suud Malhaq. Bahkan pemerintah pun sudah mendekati Kantor Gubernur Mekkah dan Kantor Wali Kota Thaif untuk menjajaki kemungkinan bantuan mediasi perkara Tuti Tursilawati.