INFO MPR - Setiap negara memiliki ciri-ciri sistem demokrasi tersendiri. Indonesia disebut menganut sistem Demokrasi Pancasila, yang ditunjukkan oleh sila ke-4 Pancasila. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Mahyudin dalam diskusi bertema 'Demokrasi Ala Indonesia Minimalisir Pejabat Korupsi?' di Ruang Media Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018.
Melalui sistem inilah maka di Indonesia hadir lembaga-lembaga perwakilan seperti DPR. Lebih lanjut dikatakan Mahyudin , dalam demokrasi, semua rakyat mempunyai hak yang sama sehingga pemilu merupakan sarana yang bagus untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat.
Meski demikian, Mahyudin mengakui sistem demokrasi langsung lewat pemilu dirasa tidak optimal bila kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pendidikan sangat memungkinkan terjadinya politik uang (money politic). "Itu bisa berupa barang, bisa berupa uang," ujarnya.
Praktek politik uang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang tidak mempunyai kapasitas. Pemimpin yang terpilih lewat pilkada adalah orang-orang yang cenderung punya modal. "(Kadidat) yang bagus bisa kalah karena tak punya modal," ungkap Mahyudin.
Terpilihnya seorang kepala daerah yang disponsori oleh seseorang, kelak, menurut Mahyudin, akan menyebabkan kekuasaan yang ada tergadai. Inilah yang membuat banyak kepala daerah kena OTT KPK. "Saya harap (Bupati) Cirebon adalah kepala daerah terakhir yang ditangkap KPK," ujar Mahyudin berharap.
Menurut pria asal Kalimantan ini, untuk membuktikan mahar politik memang susah. “Namun praktek semacam itu ada. Banyak orang yang mengaku diminta uang mahar atau uang perahu saat maju dalam pilkada,” ujarnya.
Menghadapi kondisi ini, Mahyudin menyarankan pemilihan kepala daerah diserahkan kembali ke DPRD Berbeda dengan zaman Orde Baru, saat ini tidak ada unsur eksekutif di DPRD. "Di era reformasi tidak ada unsur eksekutif, pemilihan kepala daerah baiknya dikembalikan ke DPRD,” katanya.
Mahyudin mengakui tak ada jaminan pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD bebas politik uang, namun kembali ke DPRD akan lebih memudahkan pengawasan. "Pilkada lewat DPRD bisa saja nanti anggotanya langsung diawasi KPK," ujarnya.
Mahyudin juga menyarankan untuk menghilangkan politik uang, biaya operasional partai dan biaya saat pemilu ditanggung negara. “Ini penting agar partai dan politisi tak terbebani masalah keuangan,” ujarnya.(*)