INFO NASIONAL-- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin bersilaturahmi dan menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada puluhan guru serta kepala sekolah dari Kabupaten Kutai Timur yang berkunjung ke Kompleks Parlemen. Acara tersebut berlangsung di ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks MPR, DPR, dan DPD, Jakarta, Senin, 22 Oktober 2018. Rombongan delegasi guru-guru itu dipimpin Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pendidikan Sangatta Utara Suyatno.
Berbagai pertanyaan disampaikan para guru kepada mantan Bupati Kutai Timur itu. Mulai efek negatif pelaksanaan demokrasi yang mahal dan mengakibatkan maraknya praktik korupsi hingga peluang berlakunya kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Menjawab berbagai pertanyaan itu, Mahyudin mengatakan, sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan sila keempat Pancasila. Bahkan akibat pemilihan langsung itu bukan hanya banyak pejabat yang berurusan dengan KPK karena tindak pidana korupsi, melainkan juga ancaman perpecahan di antara para pendukung juga makin kentara.
Karena itu, Mahyudin mengaku setuju dengan usul para guru jika suatu saat nanti Indonesia harus kembali pada demokrasi perwakilan, khususnya pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
“Kalau pendapatan masyarakat Indonesia sudah meningkat dan tidak mudah disusupi politik uang. Kalau rata-rata pendidikan masyarakat sudah semakin baik dibanding saat sekarang,, mungkin saat itu kita bisa praktikkan pemilu langsung. Namun, kalau pemilu langsung dilakukan saat ini, kita tunggu saja waktunya, akan makin banyak pejabat negara yang terkena kasus tindak pidana korupsi,” kata Mahyudin, menambahkan.
Peluang pejabat melakukan tindak pidana korupsi, kata Mahyudin, akan semakin kecil bila dana kampanye ditanggung negara. “Kenyataannya, para pejabat yang melakukan korupsi dipengaruhi biaya kampanye yang sangat besar. Karena itu, mereka berusaha mengembalikan dana yang digunakan selama kampanye melalui cara tidak benar, yaitu melakukan korupsi,” ujarnya. (*)