TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 12 saksi dalam perkara pemberian suap dan gratifikasi Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola. Dari 12 saksi, lima di antaranya membantah menerima uang ketuk palu pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017 dan Rancangan APBD 2018.
"Saya tidak terima uang itu," ujar Supardi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 22 Oktober 2018. Jawaban Supardi diikuti oleh Cekman, Elhewi, Parlangkutan, dan Tajudin.
Baca: Sidang Lanjutan Zumi Zola, Jaksa Hadirkan 13 Saksi
Meski begitu, jawaban lima orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jambi itu dibantah oleh mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Arfan. "Ada, Yang Mulia. Sudah diberikan," ujar Arfan.
Ketua Majelis Hakim, Yanto mengancam. "Kalau tidak mau mengaku, yang menanggung perbuatan saksi sendiri. Jangan sampai bilang tidak, engga taunya ditemukan bukti menerima."
Sidang sempat berjalan alot karena masing-masing saksi bersikukuh dengan keterangannya. Terdakwa Zumi Zola membenarkan Arfan, mengatakan bahwa uang ketuk palu memang benar ada.
Baca: Begini Rincian Penggunaan Uang Gratifikasi Zumi Zola
Dalam perkara ini, Zumi Zola didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp40 miliar, US$177.300, SG$ 100 ribu, dan satu unit Toyota Alphard Penerimaan gratifikasi sejak Zumi menjabat sebagai Gubernur Jambi pada 2016. Selain menerima gratifikasi, Zumi didakwa memberi suap sebesar Rp16, 490 juta kepada pimpinan DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019. Uang suap diberikan Zumi sebagai imbalan ketok palu menyetujui APBD Tahun Anggaran 2017.
Untuk memuluskan pembahasan anggaran APBD 2017, Zumi mengguyur anggota DPRD masing-masing Rp200 juta, Badan Anggaran sebesar Rp225 juta, dan anggota komisi masing-masing mendapat Rp375 juta. Uang suap digelontorkan Zumi Zola juga sebagai imbalan pembahasan anggaran daerah perubahan tahun 2018.