TEMPO.CO, Jakarta - Kasus suap terkait pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta menjerat para pimpinan dan pentolan dua lembaga, yakni Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Lippo Group. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan total sembilan tersangka.
Lima tersangka dari lingkungan Pemerintah Bekasi adalah Bupati Neneng Hasanah Yasin dan pejabat dari beberapa dinas. Sedangkan empat tersangka dari Lippo Group yakni Direktur Operasional Billy Sindoro, dua konsultan dan satu pegawai.
Baca: KPK Tetapkan PT DGI Tersangka Korporasi dalam Kasus Rumah Sakit
Dalam mengungkap kasus, komisi anti rasuah tidak hanya menetapkan orang sebagai tersangka, namun juga korporasi. Biasanya, perusahaan ditetapkan menjadi tersangka atas kasus sang pemilik.
Dalam kasus Meikarta, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan pihaknya akan menyelidiki peran Lippo Group sebagai korporasi. KPK menyatakan penetapan tersangka korporasi terhadap Lippo Group bergantung pada perkembangan dalam proses penyidikan kasus ini.
Korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi bukan kali ini saja. Sebelumnya, sejumlah perusahaan sudah menyandang status tersangka. Berikut ini empat perusahaan yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
1. PT Duta Graha Indah (DGI)
PT DGI merupakan tersangka kasus korupsi proyek Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Periwisata Unviersitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010. Perusahaan itu resmi menjadi tersangka pada Juli 2017.
Penetapan tersangka terhadap PT DGI merupakan pengembangan penyidikan atas perkara yang sama dengan tersangka Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Universitas Udayana, Made Meregawa. Perusahaan yang sekarang bernama PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE) itu diduga merugikan keuangan negara senilai Rp 25 miliar.
2. PT Nindya Karya
Pada Jumat, 13 April 2018, KPK mengumumkan PT Nindya Karya sebagai tersangka kasus korupsi dalam perkara pembangunan dermaga bongkar di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang tahun anggaran 2011-2016. Bersama tersangka lain, yakni PT Tuah Sejati, KPK menyangka dua perusahaan itu merugikan keuangan negara Rp 313 miliar dalam pelaksanaan proyek itu.
KPK menyatakan penyimpangan dalam proyek itu adalah penunjukan langsung terhadap PT Nindya Sejati Joint Operation -gabungan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati- sebagai pelaksana proyek. PT Nindya Sejati kemudian menunjuk PT Budi Perkasa Alam sebagai subkontraktor pembangunan dermaga. KPK juga menduga korupsi dilakukan dengan menggelembungkan harga, serta terjadi kesalahan dalam prosedur pengajuan Amdal.
Baca: Nindya Karya dan Tuah Sejati Tersangka Korupsi Dermaga Sabang
3. PT Tuah Sejati
PT Tuah Sejati ditetapkan sebagai tersangka atas perkara yang sama dengan PT Nindya Karya. Dalam kasus korupsi proyek dermaga bongkar senilai Rp 793 miliar itu, Tuah Sejati diduga menikmati keuntungan Rp 49,9 miliar. Sedangkan rekannya, PT Nindya Karya menerima jatah Rp 44,68 miliar.
Penetapan tersangka terhadap PT Tuah Sejati dan PT Nindya Karya merupakan pengembangan penyidikan dari empat tersangka sebelumnya, yakni Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera dan Aceh, Heru Sulaksono; pejabat pembuat komitmen Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang, Ramadhani Ismi. Kemudian, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sekaligus kuasa pengguna anggaran, Ruslan Abdul Gani; dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang Teuku Syaiful Ahmad.
4. PT Putra Ramadhan
KPK menetapkan PT Putra Ramadhan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang pada Mei 2018. Bersama PT Tradha, PT Putra Ramadhan menjadi tersangka atas pengembangan penyidikan kasus gratifikasi Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad. Kedua perusahaan diduga menerima sejumlah proyek dari Pemerintah Kabupaten Kebumen medio 2016-2017 dengan nilai total mencapai Rp 51 miliar.
Baca: KPK Segera Usut Korporasi Lain sebagai Tersangka Korupsi