TEMPO.CO, Jakarta - Seorang remaja berinisial M ditangkap polisi karena diduga melakukan perkosaan terhadap anak perempuan korban gempa Palu di Makassar. Peristiwa pemerkosaan itu terjadi pada Selasa, 16 Oktober 2018 sekitar pukul 14.00 WITA.
Baca juga: Lima Poin Hasil Rapat Kabinet Jokowi tentang Penanganan Bencana
Bocan berusia 7 tahun itu diperkosa saat baru keluar dari rumah tantenya. “Korban dibawa ke belakang rumah kosong di sekitar kompleks itu,” kata Juru bicara Kepolisian Resor Kota Besar Makassar AKP Diaritz Felle saat jumpa pers di kantornya, Rabu 17 Oktober 2018.
Ia mengatakan pemerkosaan itu berawal saat korban keluar rumah bersama seorang lelaki berinisial B. Pelaku yang sedang berjalan di sana melihat sang anak dan kemudian memanggilnya.
Setelah itu pelaku meminta diantar ke rumah temannya sehingga laki-laki B disuruh pulang. “Jadi korban dan pelaku hanya jalan berdua,” tuturnya.
Setelah memperkosa, remaja itu mengantar pulang korban pulang.
Tak sampai di depan rumah, korban melihat omnya inisial H disitu sang anak langsung lari dan memeluknya sembari menangis.
Korban pun menceritakan kejadian yang dialaminya sehingga mengamankan pelaku dan melapor ke Kepolisian Sektor Biringkanaya. “Kita sudah antar korban ke rumah sakit jalani visum,” katanya.
Tak hanya itu karena pelaku dan korban anak dibawah umur maka polisi berkoordinasi dengan dinas sosial dan perlindungan anak dan perempuan. Sementara pelaku dikenakan Pasal 81 junto 276D atau Pasal 82 junto 76E UU Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan perpu tahun 2016 tentang perlindungan anak. Dengan ancaman penjara minimal 5 tahun maksimal 15 tahun.
Baca juga: Bangun Kota Palu Baru, Pemerintah Terus Kumpulkan Dana Hibah
Adapun laporan yang masuk korban gempa Palu ini memang tak terdaftar secara resmi lantaran tinggal di rumah tantenya. Karena yang resmi terdaftar yang tinggal di Asrama Sudiang. “Kedua orangtuanya sudah pulang ke Palu. Anaknya dititip di rumah keluarga.”
Wakapolrestabes Makassar AKBP Hotman Sirait menambahkan proses hukum tetap dijalankan secara profesional. Tapi ia juga tak mengabaikan aspek psikologi korban dan keluarganya.