TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh Muhammadiyah Syafii Maarif atau Buya Syafii dijadwalkan bertemu dengan calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin di Yogyakarta, hari ini, Senin 15 Oktober 2018.
Sebelum pertemuan dengan Ma'ruf, Buya Syafii mengatakan akan menyinggung soal toleransi beragama. “Harus menjaga toleransi agama. Fatwa MUI jangan dijadikan pedoman negara,” kata Buya Syafii sebelum kedatangan Ma’ruf ke rumahnya di Nogotirto, Gamping, Sleman, Senin, 15 Oktober 2018.
Baca juga: Buya Syafii Maarif: Politikus Dulu Itu Intelektual, Sekarang...
Pernyataan ini dikeluarkan Buya Syafii karena ia meyakini bahwa negara ini adalah negara Pancasila bukan khilafah.
Ia mengaku mendapat masukan dari para tokoh Nahdlatul Ulama papan atas yang cukup kritis. Salah satunya tentang fatwa MUI yang tidak mau mengakomodir kelompok-kelompok syiah dan Ahmadiyah.
“Fatwa MUI bukan hukum positif dong. Tapi karena fatwa, yang di bawah menganggap itu hukum positif. Hingga akhirnya muncul gerakan 212 itu. Salah satu tokohnya ya yang mau datang ini (Ma’ruf),” kata Buya Syafii.
Sebelum menjadi calon wakil presiden, Ma'ruf Amin adalah Ketua Umum MUI. Dalam kepemimpinannya, MUI pernah mengeluarkan sikap keagamaan resmi yang menyatakan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menistakan agama.
Baca juga: Buya Syafii: Indonesia Berjibun Politisi Instan Bermental Duafa
Fatwa tersebut yang akhirnya mendorong sekelompok orang menamakan dirinya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI dengan salah satu inisiatornya pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab.
Gerakan ini yang kemudian melakukan beberapa aksi pada 14 Oktober 2016, 4 November 2016 dan unjuk rasa besar-besaran pada 2 Desember 2016 yang menuntut Ahok dihukum.