Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

GKR Hemas Menilai Pelarangan Sedekah Laut Upaya Merusak Budaya

image-gnews
Sejumlah nelayan Desa Tawang, Kendal, Jawa Tengah melarung replika kapal sebagai bagian ritual sedekah laut, (7/5). Ritual tersebut merupakan ungkapan syukur para nelayan dan pengharapan agar hasil tangkapan meningkat. TEMPO/Budi Purwanto
Sejumlah nelayan Desa Tawang, Kendal, Jawa Tengah melarung replika kapal sebagai bagian ritual sedekah laut, (7/5). Ritual tersebut merupakan ungkapan syukur para nelayan dan pengharapan agar hasil tangkapan meningkat. TEMPO/Budi Purwanto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Permaisuri Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, menyebut pelarangan sedekah laut di Pantai Baru, Srandakan Bantul, Yogyakarta merupakan upaya merusak budaya dan tradisi Indonesia.

Baca: Sekjen NU Kecam Teror Acara Sedekah Laut di Yogyakarta

“Yang melarang sedekah laut itu tidak paham budaya bangsa,” kata Hemas kepada Tempo melalui sambungan telepon, Ahad, 14 Oktober 2018. GKR Hemas menegaskan budaya dan tradisi tidak sama dengan agama. Sedekah laut merupakan kebiasaan masyarakat yang memperkuat budaya dan perlu terus dilestarikan.

Hemas menegaskan polisi harus menuntaskan kasus pelarangan sedekah laut yang berujung pada perusakan properti acara. Ia mengapresiasi masyarakat yang aktif melapor kepada polisi ihwal tindakan pelaku yang mencoba merusak budaya dan tradisi Indonesia.

Hemas juga meminta seluruh masyarakat Yogyakarta untuk menjaga tradisi budaya yang sudah berjalan bertahun-tahun. Tanggung jawab menjaga tradisi budaya, seperti sedekah laut itu, kata Hemas, bukan hanya ada di Keraton Yogyakarta, melainkan seluruh masyarakat Yogyakarta.

Sejumlah warga mengarak perahu yang berisi Sesajen yang akan dilepas ke laut saat pesta laut di Cituis, Tangerang, Banten (28/9). Tradisi pesta laut atau sedekah laut merupakan tradisi turun temurun sejak nenek moyang. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

Sebelumnya puluhan orang merusak properti sedekah laut pada Jumat, 12 Oktober 2018 pukul 23.00. Mereka datang mengancam dan merusak penjor atau hiasan dari janur yang ditempatkan di gapura lokasi acara sedekah laut. Mereka juga memasang spanduk bertuliskan menolak kesyirikan berbalut budaya. Kapolres Bantul, Ajun Komissaris Besar Polisi (AKBP) Sahat Marisi Hasibuan mengatakan telah memeriksa sembilan saksi. Tapi, hingga kini polisi belum menetapkan tersangka pengganggu acara tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Baca: Gus Miftah: Yang Meneror Acara Sedekah Laut Gagal Paham

Warga Pantai Baru, Srandakan, Bantul, Suyatno, mengatakan warga Pantai Baru yang hendak menjalankan sedekah laut ketakutan ketika sejumlah orang datang dan merusak properti sedekah laut. Pelaku yang lebih dari 10 orang itu merusak penjor yang panitia pasang di gapura atau pintu masuk. Pelaku juga memasang tiga spanduk yang isinya tentang larangan sedekah bumi. “Sebagian panitia lari ketakutan,” kata Suyatno.

Dia mengatakan acara sedekah laut di Srandakan itu telah berlangsung selama 21 tahun. Sedekah laut menjadi ungkapan rasa syukur nelayan yang digelar setiap awal panen ikan atau musim keempat dalam hitungan kalender Jawa.

Sedekah laut biasanya menggelar serangkaian kegiatan budaya, di antaranya arak-arakan bergodo, mengarak ikan bakar yang dihias dalam bentuk gunungan, kesenian reog, tari gambyong. Panitia menyediakan 2.500 nasi gurih untuk dimakan bersama seluruh orang yang datang. “Sebagian juga berdzikir bersama. Bukan musyrik. Sebagian dari kami beragama Islam,” kata dia.

Sedekah laut mengundang 700 warga Pantai Baru Srandakan, 250 tamu undangan, dan pengunjung. Pada Sabtu pagi, 13 Oktober panitia tetap menggelar acara tersebut. Tapi, acara itu tidak sesuai dengan rencana awal. Misalnya hanya sebagian kirab saja yang digelar. “Kami berharap aparat keamanan dan pemerintah melindungi kami. Ini kan acara nguri-nguri tradisi,” kata dia.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


10 Satuan Prajurit Keraton Yogyakarta, Keistimewaan Pasukan Bregada

9 hari lalu

Pasukan Keraton bersiap untuk kirab. Brigade pasukan keraton disebut pula sebagai Bregada. Foto: @soedarman_husaeni
10 Satuan Prajurit Keraton Yogyakarta, Keistimewaan Pasukan Bregada

Prajurit Keraton Yogyakarta atau disebut bregada, memiliki sejarah dan fungsi masing-masing. Apa istimewanya?


120 Manuskrip Jawa Kuno Digital dari Inggris Diserahkan ke Yogyakarta

14 hari lalu

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menerima 120 naskah digital manuskrip Jawa kuno dari Duta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey di Yogyakarta, Kamis, 16 November 2023. (Dok. Istimewa)
120 Manuskrip Jawa Kuno Digital dari Inggris Diserahkan ke Yogyakarta

Manuskrip itu akan muncul dalam digitalisasi Keraton Yogyakarta untuk menambah referensi tentang literasi Jawa di masa lampau.


Warisan Budaya Dunia, Kawasan Sumbu Folosofi Yogyakarta Dinyatakan Bebas Atribut Kampanye

15 hari lalu

Malioboro Yogyakarta menjadi satu area yang dilalui garis imajiner Sumbu Filosofis. (Dok. Pemkot Yogyakarta)
Warisan Budaya Dunia, Kawasan Sumbu Folosofi Yogyakarta Dinyatakan Bebas Atribut Kampanye

Sumbu Filosofi Yogyakarta diakui sebagai warisan dunia karena dinilai memiliki arti penting secara universal.


Ragam Kebaya di Indonesia, Termasuk Kebaya Janggan Dikenakan Dian Sastro dalam Serial Gadis Kretek

25 hari lalu

Dian Sastrowardoyo dan Ario Bayu dalam serial Gadis Kretek. Dok. Netflix
Ragam Kebaya di Indonesia, Termasuk Kebaya Janggan Dikenakan Dian Sastro dalam Serial Gadis Kretek

Dian Sastro memerankan Jeng Yah dalam serial Gadis Kretek, yang selalu mengenakan kebaya jenis kebaya janggan.


Kebaya Janggan Sering Dikenakan Dian Sastro dalam Serial Gadis Kretek, Ini Artinya

25 hari lalu

Tissa Biani dan Dian Sastrowardoyo dalam serial Gadis Kretek. Dok. Netflix
Kebaya Janggan Sering Dikenakan Dian Sastro dalam Serial Gadis Kretek, Ini Artinya

Karakter Jeng Yah yang diperankan Dian Sastro kerap tampak mengenakan kebaya janggan. Apakah itu kebaya janggan?


Mau Tur Gratis di Sumbu Filosofi Yogyakarta? Ada Bus Jogja Heritage Track

51 hari lalu

Bus Jogja Heritage Track (JHT) beroperasi dengan rute kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Mau Tur Gratis di Sumbu Filosofi Yogyakarta? Ada Bus Jogja Heritage Track

Bus Jogja Heritage Track (JHT) bisa diakses masyarakat umum maupun wisatawan secara gratis, rutenya sepanjang Sumbu Filosofi Yogyakarta.


UNESCO Akui Sumbu Filosofi Yogyakarta Warisan Budaya, Garis Imajiner Gunung Merapi - Tugu - Keraton - Pantai Selatan

54 hari lalu

Sejumlah warga berdoa bersama di  Tugu, Yogyakarta,  memohon kepada Tuhan YME agar RUUK DIY disahkan pada sidang Paripurna di DPR RI berjalan lancar (29/8). ANTARA/Sigid Kurniawan
UNESCO Akui Sumbu Filosofi Yogyakarta Warisan Budaya, Garis Imajiner Gunung Merapi - Tugu - Keraton - Pantai Selatan

Sumbu Filosofi Yogyakarta telah resmi ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 18 September 2023. Sumbu imajiner melintasi mana saja?


Mengenal Bagian-bagian Keraton Yogyakarta, Bangsal Srimanganti untuk Apa?

55 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Mengenal Bagian-bagian Keraton Yogyakarta, Bangsal Srimanganti untuk Apa?

Berikut bagian-bagian dan batas Keraton Yogyakarta. Di manakah Sultan Hamengkubowono menerima tamu dan abdi dalen?


Peristiwa Langka Pernikahan 4 Putra Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Depan Jenazah Ayahanda, Begini Prosesinya

55 hari lalu

Prosesi pemakaman Sultan Hamengkubuwono IX. Foto: Istimewa
Peristiwa Langka Pernikahan 4 Putra Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Depan Jenazah Ayahanda, Begini Prosesinya

Kejadian langka terjadi ketika empat putra Sri Sultan Hamengkubuwono IX menikah di hadapan jenazahnya. Begini kisahnya yang terjadi 7 Maret 1988.


35 Tahun Sultan Hamengkubuwono IX Berpulang, Begini Kiprah Sang Pandu Agung Bapak Pramuka Indonesia

56 hari lalu

Bapak Pramuka Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Istimewa
35 Tahun Sultan Hamengkubuwono IX Berpulang, Begini Kiprah Sang Pandu Agung Bapak Pramuka Indonesia

Selain terkenal karena perjuangannya dalam kemerdekaan Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga merupakan Bapak Pramuka Indonesia.