TEMPO.CO, Jakarta - Menembus lereng-lereng perbukitan, helikopter MI 17 milik Skadron Udara 31/Serbu TNI Angkatan Darat mengangkut korban gempa Palu bernama Rabu, 70 tahun, warga Desa Boladangko, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi. Tubuh perempuan itu ditidurkan di ruang kosong bagian tengah heli, diapit para personel angkatan berpakaian loreng.
Rabu tak bergerak. Matanya terpejam. Sesekali dahi perempuan itu mengernyit dan kadang mendesah karena menahan sakit. “Dia patah tulang dan sudah dua pekan tidak dibawa ke rumah sakit,” kata Letnan Dua (Letda) Corp Kesehatan Militer dokter George Tirta di Lapangan Bolapapu, Kulawi, Sabtu siang, 13 Oktober 2018. George adalah dokter TNI yang bertugas memantau kondisi medis para korban bencana gempa di wilayah terisolasi di Sigi.
Baca: Kisah Fatimatuzzarah, Dokter Muda Relawan Gempa Palu
Dari cerita keluarga Rabu, kata George, lansia itu terpelanting hingga cedera saat gempa mengguncang Sulawesi Tengah pada 28 September lalu. Kaki kanannya cedera dan ia tak kuasa berdiri menopang tubuhnya sendiri.
Dalam kondisi genting, keluarga Rabu belum mengambil langkah apa pun untuk mengobati nenek itu. Sebabnya, fasilitas kesehatan di 10 desa di kecamatan itu lumpuh. Gedung-gedung Puskesmas rusak, obat-obatan minim, pelayanan terbatas, dan tenaga medis sedikit jumlahnya. Sedangkan banyak sekali korban.
Baca: Pencarian Korban Gempa Palu Diperpanjang Sampai Hari Ini
Akses jalan menuju kecamatan pun tertutup longsor akibat gempa. Sehingga, bantuan sulit masuk melalui jalur darat. Wilayahnya yang diapit lereng-lereng pegunungan membuat tim gabungan harus menjangkaunya lewat jalur udara.
Camat Kulawi Rolli Bagalatu mengatakan para relawan bidang kesehatan baru berhasil menembus daerah itu beberapa hari setelah gempa 7,4 skala Richter melanda. Dokter-dokter dari lembaga swadaya masyarakat dan pelat merah berdatangan. Mereka membuka rumah-rumah sakit lapangan untuk menangani para korban.
Simak: Gempa Palu, Alarm Peringatan Dini Tsunami Gagal, Ini Penyebabnya ...
George menangani Rabu. Ia memeriksa cedera pada bagian yang dikeluhkan sakit. Setelah mengecek, George yakin benar kaki kanan perempuan itu patah karena terantuk lantai. Dokter yang sehari-hari bertugas di Jakarta itu langsung meminta heli mengangkutnya ke rumah sakit di Kota Palu agar Rabu memperoleh penanganan medis yang layak.
Namun, Rabu menolak. Ia trauma karena gempa dan tsunami Palu pada Jumat malam terakhir September lalu itu. "Tentu kami harus menghormati keputusan pasien dan keluarganya," ujar George.
Hari ke hari, luka patah Rabu tak bisa hanya ditangani dengan penghilang nyeri atau antiradang. George membujuknya ke kota dan meyakinkan benar bahwa sebagian wilayah di Kota Palu sudah aman. Nenek Rabu lama menimbang. Hingga George kembali pada Sabtu kemarin, Rabu luluh hatinya. “Nanti dia akan dirawat di Rumah Sakit Undaya,” kata George.
Simak juga: Kisah Korban Gempa Palu Kecewa Gagal Ikut ...
Dibopong enam personel TNI, Rabu dievakuasi dari rumahnya yang tak jauh dari lapangan desa. Kakinya yang cedera akibat gempa Palu itu dibalut kain cokelat bermotif. Tangan perempuan itu menggenggam erat lengan personel TNI.
Heli pengangkut Rabu terbang rendah melintasi barisan pegunungan menuju pesisir. Besar harapan Nenek Rabu untuk bisa berjalan lagi.