Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Mencekam 5 Jurnalis yang Bekerja saat Gempa Palu Terjadi

image-gnews
Jurnalis Palu penerima penghargaan Pendiri dan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), (kanan ke kiri) Abdy Mari (TV One), Ody Rahman (NET.), Jemmy Hendrik (Radar TV), dan Ary Al-Abassy (TVRI), saat ditemui di kantor AJI Palu, Sulawesi Tengah, Jumat malam, 12 Oktober 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Jurnalis Palu penerima penghargaan Pendiri dan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), (kanan ke kiri) Abdy Mari (TV One), Ody Rahman (NET.), Jemmy Hendrik (Radar TV), dan Ary Al-Abassy (TVRI), saat ditemui di kantor AJI Palu, Sulawesi Tengah, Jumat malam, 12 Oktober 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Iklan

TEMPO.CO, Palu - Lima jurnalis asal Palu, Sulawesi Tengah, diganjar penghargaan dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) atas pengalamannya meliput gempa Palu yang diiringi tsunami pada akhir September lalu. Kelimanya dinilai teguh mengamalkan profesi meski berhadapan dengan keadaan yang mengancam.

Baca: Sekjen PBB Apresiasi Langkah Pemerintah Tangani Gempa Palu

Para jurnalis tersebut adalah Abdy Mari (jurnalis TV One), Ody Rahman (jurnalis NET), Rolis Muhlis (Kompas TV), Jemmy Hendrik (jurnalis Radar TV), dan Ary Al-Abassy (jurnalis TVRI). Para wartawan televisi itu masih mengutamakan bertugas saat gempa sebesar 7,4 skala Richter melanda Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018.

“Saat gempa terjadi, kami berada di jalur trans-Palu dekat dengan Pelabuhan Pantoloan,” ujar Abdy saat ditemui Tempo di kantor Aliansi Jurnalis Independen Kota Palu, Jumat malam, 12 Oktober 2018. Kabar kisah heroik peliputan lima jurnalis ini sebelumnya berestafet melalui pesan-pesan pendek.

Kepada Tempo, empat di antara lima jurnalis itu pun memaparkan peristiwa yang membuat mereka diganjar apresiasi tinggi lantaran pekerjaannya. Kisah itu berawal dari gempa pertama yang melanda Kota Palu pada 28 September. Gempa tersebut berkekuatan 5,9 skala Richter dan terjadi pada pukul 14.00 waktu setempat.

Gempa pertama ini berimbas pada kerusakan sejumlah bangunan. Tiga orang dikabarkan meninggal karenanya. Selang sejam dari peristiwa itu, kelima jurnalis tersebut berinisiatif untuk mengkroscek kebenaran. Mereka menuju wilayah terdampak gempa di Sirenja dan menyewa mobil untuk meliputnya.

Kondisi Pantai Talise, Palu, 12 hari setelah gempa dan tsunami melanda kota itu. Foto diambil dari jalur utama Pantai Talise, Rabu, 10 Oktober 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana

“Sampai di KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Pantoloan, ada guncangan hebat dan mobil kami berhenti,” ujar Ody. Ody, yang menyetir mobil, merasa terpelanting. Maka itu, ia segera mengunci mobilnya dengan rem tangan. 

Mereka melihat tanah bergelombang. Orang-orang pun berteriak minta tolong dan suara istighfar membahana. Saat itu, kelimanya siaga merekam kejadian menggunakan ponsel. Tak lama berselang, ada teriakan tsunami dan tak jauh di belakang mereka, buih putih air laut tampak mengejar.

Mobil itu dilaju menuju ketinggian. Di tengah jalan, para warga berteriak sambil berlari. Mobil jurnalis ini membantu mengangkut sebanyak-banyaknya warga hingga di dalam mobil itu terisi 12 orang. Pintu mobil pun tak bisa dibuka.

Sejauh dua kilometer, mobil mereka sudah aman di tempat tinggi. Namun kelimanya memutuskan kembali ke titik awal mereka menyaksikan tsunami untuk merekam kejadian. Kelimanya mengeluarkan kamera dan sempat mewawancarai korban di sana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika tengah merekam kejadian, gempa susulan besar terjadi. Abdy, yang saat itu sedang mengoperasikan kameranya, mengaku oleng. Ia pun menghentikan wawancranya dengan warga dan kembali berlari ke mobil bersama keempat jurnalis lain.

Kondisi kawasan Petobo yang terdampak likuifaksi pascagempa di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu, 10 Oktober 2018. BNPB menyatakan sekitar 5.000 orang diduga hilang akibat likuifaksi di kawasan perumahan Petobo dan Balaroa. Jumlah itu didapat berdasarkan laporan dari kepala desa di kedua kawasan tersebut. TEMPO/Francisca Christy Rosana

Mobil berkapasitas tujuh orang itu lalu melesat menuju pegunungan. Di sekitar mereka tampak rumah-rumah bergeser dari tempatnya, tiang-tiang listrik roboh, dan manusia tergeletak. Detik-detik situasi yang genting itu tak luput direkam oleh para jurnalis. Mereka juga membantu evakuasi para warga yang terimbas gempa dengan mengantar ke tempat lebih aman. Rata-rata, para warga sudah luka-luka hingga telanjang.

Lima kawanan jurnalis itu menyaksikan kota mati dalam sekejap. Lampu padam, listrik tak mengalir, dan jaringan buruk. Di tengah kegentingan, mereka sulit berkabar dengan keluarga. Mereka pun hampir putus asa karena hampir semua jalan terputus aksesnya. Sebab, mobil-mobil menumpuk di jalanan dan kondisi jalur rusak berat.

Kelimanya saat itu sama-sama ingin ke Palu: memastikan keluarga mereka selamat. Merasa terjebak karena tak bisa keluar, para jurnalis itu menghibur diri dengan bekerja. Mereka kembali merekam suasana yang kala itu mencekam dan penuh rintihan.

“Kami kehausan,” kata Ody. Salah satu jurnalis pun memungut minuman botol yang tergeletak di jalanan. Mereka membagi air minum satu botol itu untuk lima orang. Setelah itu, mereka kembali bekerja lagi. Tak lama berselang, rombongan petugas keamanan melintas menggunakan truk. Mereka mengabarkan Palu terimbas bencana. Kondisi kota itu parah. Kelimanya pun pasrah.

Baca: World Bank Janji US$5 Juta untuk Infrastruktur Korban Gempa Palu

Abdy memilih jalan kaki untuk memastikan kondisi rumah baik-baik saja. Sedangkan empat lainnya mencari jalan alternatif. Kelimanya tiba di kantor AJI pukul 23.00 Wita.

“Setelah itu kami ingin mengirimkan gambar ke kantor, tapi terkendala sinyal,” kata Abdy. Gambar tayangan ini lantas baru bisa diteruskan 2-3 hari pasca-gempa.

Abdy yang sudah sejak 1999 menjadi jurnalis mengaku baru pertama kali menyaksikan peristiwa bencana yang begitu besar dengan skala yang sangat merusak. Begitu juga dengan empat jurnalis lain. Kendati merasa sangat terancam jiwanya, naluri jurnalis mereka tak bisa lepas. Meski trauma, kelima jurnalis itu memilih mengabaikan peristiwa kemarin. Hingga kini, kelimanya masih terus meliput daerah mereka yang kena imbas.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Bocoran Memo Internal New York Times Soal Gaza: Tak Boleh Menulis kata Genosida hingga Pendudukan

4 hari lalu

Iklan satu halaman penuh di New York Times yang menyerang penyanyi Dua Lipa dan model Gigi dan Bella Hadid telah dikecam secara luas.[Twitter/Middle East Eye]
Bocoran Memo Internal New York Times Soal Gaza: Tak Boleh Menulis kata Genosida hingga Pendudukan

The New York Times menginstruksikan para jurnalis yang meliput serangan Israel di Gaza untuk membatasi penggunaan istilah genosida hingga pendudukan


Tak Ada Kata Libur Lebaran Bagi 7 Profesi Ini, Petugas Kesehatan sampai Pemadam Kebakaran

8 hari lalu

Sejumlah petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan api yang membakar gudang pengolahan ban bekas di Marelan, Medan, Sumatera Utara, Jumat, 17 November 2023. Sebanyak 11 unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api yang membakar gudang tersebut. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Tak Ada Kata Libur Lebaran Bagi 7 Profesi Ini, Petugas Kesehatan sampai Pemadam Kebakaran

Ada beberapa profesi yang tidak bisa mengenal libur lebaran, selain tenaga kesehatan dan pemadam kebakaran, apa lagi?


Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

9 hari lalu

(Dari kanan ke kiri) Erick Tandjung Ketua Bidang Advokasi AJI Erick Tanjung, Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dan Tenaga Ahli Hukum Dewan Pers Hendrayana, dalam Konferensi Pers untuk merespon kasus penganiayaan seorang wartawan oleh tiga angota TNI-AL Posal Panamboang, di Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Kamis, 28 Maret 2024. Konpers digelar di Gedung Dewan Pers, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

Baru-baru ini terjadi penganiayaan jurnalis Sukandi Ali oleh 3 prajurit TNI AL di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Begini kejadiannya.


Kasus 3 Anggota TNI Aniaya Jurnalis di Maluku Utara, Danlanal Ternate: Copot Jabatan juga Sanksi

11 hari lalu

Ilustrasi penganiayaan. siascarr.com
Kasus 3 Anggota TNI Aniaya Jurnalis di Maluku Utara, Danlanal Ternate: Copot Jabatan juga Sanksi

Jurnalis itu dianiaya tiga anggota TNI AL setelah memberitakan penangkapan kapal bermuatan bahan bakar minyak jenis Dexlite.


Top 3 Hukum: OPM Klaim TNI-Polri Tembak Mati Komandannya, Gedung The Tribrata Dharmawangsa Dikelola Perusahaan Milik Tersangka Timah

11 hari lalu

Pasukan TNI-Polri menembak mati satu anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat akan menyerang pesawat sipil yang hendak mendarat di Bandara Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, Jumat, 22 September 2023. [Penerangan Kogabwilhan III)
Top 3 Hukum: OPM Klaim TNI-Polri Tembak Mati Komandannya, Gedung The Tribrata Dharmawangsa Dikelola Perusahaan Milik Tersangka Timah

Juru bicara TPNPB-OPM mengatakan penembakan terhadap anggotanya terjadi ketika korban sedang mendulang emas dan tanpa perlawanan.


Kasus 3 Tentara Aniaya Jurnalis, TNI AL Ternate: yang Paling Bertanggung Jawab Komandan

12 hari lalu

(Dari kanan ke kiri) Erick Tandjung Ketua Bidang Advokasi AJI Erick Tanjung, Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dan Tenaga Ahli Hukum Dewan Pers Hendrayana, dalam Konferensi Pers untuk merespon kasus penganiayaan seorang wartawan oleh tiga angota TNI-AL Posal Panamboang, di Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Kamis, 28 Maret 2024. Konpers digelar di Gedung Dewan Pers, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Kasus 3 Tentara Aniaya Jurnalis, TNI AL Ternate: yang Paling Bertanggung Jawab Komandan

Komandan Pangkalan TNI AL Ternate Letkol Ridwan Aziz menanggapi kasus penganiayaan seorang jurnalis di Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sukandi Ali.


Penganiayaan Jurnalis oleh 3 Anggota TNI AL Dipicu Berita Penangkapan Kapal Pengangkut Minyak Milik Ditpolairud Polda Malut

13 hari lalu

Ilustrasi penganiayaan
Penganiayaan Jurnalis oleh 3 Anggota TNI AL Dipicu Berita Penangkapan Kapal Pengangkut Minyak Milik Ditpolairud Polda Malut

Direktur Polairud Polda Malut membantah bahwa kapal pengangkut minyak milik mereka ditangkap KRI milik TNI AL. Berbuntut penganiayaan jurnalis.


Cerita Jurnalis di Halmahera yang Dianiaya Tiga Prajurit TNI AL: Jangan Bunuh, Anak Saya Masih Kecil

14 hari lalu

Ilustrasi tawuran/perkelahian pelajar/kekerasan di sekolah. Shutterstock
Cerita Jurnalis di Halmahera yang Dianiaya Tiga Prajurit TNI AL: Jangan Bunuh, Anak Saya Masih Kecil

Sukandi, jurnalis di Halmahera Selatan, disiksa usai memberitakan penangkapan kapal pengangkut minyak Dexlite milik Polairud Maluku Utara oleh TNI AL.


KKJ Desak KSAL Adili 3 Anggota TNI AL Pelaku Kekerasan terhadap Jurnalis di Maluku Utara

18 hari lalu

Ilustrasi pasukan TNI AL. ANTARA/Yusran Uccang
KKJ Desak KSAL Adili 3 Anggota TNI AL Pelaku Kekerasan terhadap Jurnalis di Maluku Utara

Tiba di pos, anggota TNI AL menginterogasi Sukandi soal berita yang dibuatnya.


Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

19 hari lalu

Ilustrasi kekerasan. shutterstock.com
Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

Danlanal Ternate meminta maaf atas insiden kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Bacan, Halmahera Selatan.