TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia mencatat masih banyak lembaga pemerintahan yang belum tertib menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berdasarkan survei pelayanan publik dan penggunaan Bahasa Indonesia yang dilakukan Ombudsman, ditemukan sejumlah kesalahan penulisan atau pemakaian bahasa di ruang layanan instansi pemerintahan.
Baca: Ombudsman Soroti Polemik Beras Impor Budi Waseso dan Enggartiasto
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menjelaskan, lembaganya merupakan bagian dari proses pengawasan penyelenggaraan layanan publik. Survei yang dilakukan selaras dengan momentum bulan bahasa yang jatuh pada 28 Oktober ini. "Ini bagian dari kontribusi kami," kata Adrianus di kantornya, Kamis, 11 Oktober 2018.
Kesalahan itu, menurut Andrianus, juga terlihat pada papan layanan atau media cetak, seperti spanduk dan pamflet. Padahal dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan disebutkan Bahasa Indonesia yang baik dan benar harus terwujud dalam pelayanan publik.
Survei yang dilakukan Ombudsman menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel terhadap 198 lembaga dan instansi. Lembaga dan instansi ini berada daerah dan pusat. Ombudsman juga melakukan inspeksi mendadak ke lokasi.
Asisten Kajian Sistemik Ombudsman, Diani Indah, menambahkan hasil survei menunjukkan lembaga pemerintah masih banyak melakukan kesalahan dan menggunakan bahasa asing di papan pengumuman atau layanan. Ada juga kantor layanan yang mencampurkan antara Bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. "Bahasa asing dan daerah dapat digunakan, tapi sebagai pelengkap," kata dia.
Peringkat pertama kantor layanan yang tidak tertib dalam penggunaan Bahasa Indonesia sebagian besar ada di daerah. Sementara itu di tingkat pemerintah pusat, relatif sudah lebih baik. Kesalahan dalam penulisan atau penggunaan bahasa berpotensi menimbulkan perbedaan persepsi di masyarakat.
Bila terjadi perbedaan pandangan, Diani menilai, berpotensi menimbulkan maladministrasi. "Penggunaan bahasa daerah atau asing dalam layanan publik dapat menimbulkan keraguan di masyarakat.
Oleh sebab itu, Diani menyarankan dalam penggunaan Bahasa Indonesia di lembaga pemerintahan harus utuh dan jelas. "Kesalahan biasanya tidak ada pengawasan dari atasan," kata dia juga di kantor Ombudsman.