TEMPO.CO, Jakarta-Bekas Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Eni Saragih mengatakan pernah ada pertemuan membahas sejumlah proyek pembangkit listrik di rumah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Tetamunya adalah Eni, eks pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budi Sutrisno Kotjo, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan Ketua Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng.
“Ya, waktu itu kami memang ke rumah Pak Airlangga Hartarto. Ada saya, Pak Kotjo, Pak Idrus Marham dan Pak Mekeng,” kata Eni saat bersaksi dalam lanjutan sidang perkara suap PLTU Riau-1 dengan terdakwa Johannes Kotjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 11 Oktober 2018.
Baca: Beberkan Kasus PLTU, Eni Saragih Akui Ditekan Politikus Golkar
Menurut Eni dalam pertemuan itu Kotjo menyampaikan kepada Airlangga, Mekeng dan Idrus tentang proyek PLTU Riau-1, serta rencana proyek PLTU Riau-2 dan PLTU Tanjung Jati.
Mengenai proyek PLTU Tanjung Jati, ujar Eni, Kotjo mengatakan proyek itu sebenarnya digarap orang lain, namun mandek karena investor dari Malaysia tidak jadi menanamkan modalnya. Kotjo berniat mengambil alih proyek di Jepara, Jawa Tengah itu dengan menggandeng China Huadian. “Kata terdakwa (Kotjo), ini proyek yang cepat menghasilkan uang untuk biaya pileg, pilpres dan sebagainya,” kata Eni.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Eni yang dibacakan penasihat hukum Kotjo, Eni mengatakan dalam pertemuan itu Kotjo menyampaikan bahwa proyek Tanjung Jati berpeluang dapat menghasilkan uang dengan cepat untuk Partai Golkar.
Simak: Jaksa Ungkap Kisah Eni Saragih Meminta Duit ke Johannes Kotjo
Eni berujar Airlangga tertarik dengan tawaran tersebut. Airlangga akan membantu Kotjo mendapatkan proyek tersebut dengan menjadikan Eni sebagai Wakil Ketua Komisi VII yang memiliki rekan kerja salah satunya PT PLN.
Airlangga telah membantah memerintahkan Eni Saragih untuk mengawal proyek pembangkit listrik. Airlangga mengatakan penunjukan Eni sebagai wakil ketua komisi sudah sesuai dengan pertimbangan dan mekanisme partai. “Saya tidak memerintahkan kader saya untuk mencari dana yang tidak benar atau melanggar hukum untuk kepentingan Partai Golkar,” kata Airlangga September lalu.