INFO NASIONAL - Demokrasi Pancasila di Indonesia berbeda dengan konsepsi demokrasi liberal ala Barat maupun demokrasi parlementer lainnya. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi permusyawaratan yang berkeadilan.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal MPR Ma'ruf Cahyono saat menjadi pembicara kunci dalam focus group discussion (FGD) bertema "Penegasan Sistem Demokrasi Pancasila dalam Sistem Ketatanegaraan dan Praktik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Indonesia" di FISIP Universitas Padjajaran (Unpad), Jatinangor, Kamis, 11 Oktober 2018. FGD ini diikuti Dekan FISIP Unpad R. Widya Setiabudi Sumadinata, Ketua Peneliti Nandang Alamsyah, dan Deputi BPIP Anas Saidi serta para akademisi.
Baca Juga:
Ma'ruf mengawali pemaparannya dengan menjelaskan prinsip demokrasi Pancasila. Menurutnya, secara umum prinsip demokrasi Pancasila dijiwai oleh sila keempat Pancasila. Ada empat elemen khusus dalam sistem demokrasi Indonesia, yaitu unsur mufakat (kebulatan pendapat), unsur perwakilan, prinsip musyawarah, dan prinsip kebijaksanaan.
"Empat unsur ini menjadikan demokrasi di Indonesia menemukan kekhasannya dalam sistem ketatanegaraan. Demokrasi Pancasila tidak meniru paham individualisme, liberalisme yang justru melahirkan kolonialisme dan imperialisme atau pun paham kolektivisme ekstrim seperti di negara-negara komunis," ucap Ma'ruf.
Bahkan, kata Ma’ruf, yang menjadi pembeda dan ciri khas dalam sistem demokrasi Pancasila adalah adanya prinsip "kebijaksanaan", prinsip yang mengandung nilai transedental.
Baca Juga:
Demokrasi di Indonesia, lanjut Ma'ruf, berbeda dengan konsepsi demokrasi liberal ala Barat maupun demokrasi parlementer lainnya. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi permusyawaratan yang berkeadilan.
Ma'ruf menguraikan, pada mulanya konsep demokrasi Pancasila diakomodir dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 sebelum perubahan, yaitu "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR". Konsep kedaulatan rakyat melalui MPR inilah sejatinya konsep utama yang digagas oleh para founding fathers.
Setelah amandemen, pasal itu berubah menjadi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD" . MPR bukan lagi lembaga tertinggi melainkan sejajar dengan lembaga negara lainnnya.
"Pasca perubahan UUD 1945 terdapat pertanyaan mendasar, yakni apakah desain ketatanegaraan Indonesia sudah sesuai dengan Pancasila atau belum. Kelembagaan utama ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945 mengalami perubahan dan menempatkan setiap lembaga negara sama kedudukannya," kata Ma’ruf.
"Pertanyaannya adalah mengapa demokrasi Pancasila belum diterapkan. Apakah karena sistem tata negaranya, apakah karena konstitusinya, atau persoalan dalam implementasinya. Ini akan mewarnai perdebatan dalam tataran politik," ucapnya.
Ma'ruf berharap FGD ini bisa memberi pengayaan terhadap proses ketatanegaraan yang sudah dalam tataran politik. "Bisa saja bila momentum politiknya ada dan dikehendaki, akan menjadi perubahan tatanan yang mendasar di tataran konstitusi," kata Ma’ruf. (*)