TEMPO.CO, Jakarta - Bekas pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, tidak keberatan dengan dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang mendakwanya menyuap Eni Saragih dan Idrus Marham untuk mendapatkan proyek pengadaan PLTU Riau I.
Baca: Jaksa Beberkan Peran Setya Novanto di Kasus PLTU Riau-1
Ketua Majelis Hakim, Lucas Prakoso, meminta tanggapan Johanes setelah pembacaan dakwaan. "Untuk terdakwa apakah keberatan dengan dakwaan jaksa," tanya Hakim Lucas dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, 4 Oktober 2018.
Johannes saat itu meminta izin kepada majelis hakim untuk berunding dengan penasehat hukumnya. Dia bangkit dari kursi terdakwa menuju meja penasihat hukum. Tidak lama Johannes kembali ke kursi terdakwa."Tidak keberatan yang mulia," ujar Johannes.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Johannes telah memberikan uang senilai Rp 4,7 miliar untuk memuluskan proyek pengadaan PLTU Riau I. "Perbuatan terdakwa telah memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara Eni Maulani Saragih dan untuk berbuat yang tidak sesuai dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara dan Idrus Marham," ujar jaksa KPK, Ronald Ferdinand, saat membacakan dakwaan.
Baca Juga:
Penerimaan uang oleh Eni yang saat itu menjadi wakil ketua Komisi Energi DPR dilakukan secara bertahap. Dalam dakwaan jaksa, penerimaan pertama terjadi pada 18 Desember 2017 senilai Rp 2 miliar. Selanjutnya pada 14 Maret 2018 Eni kembali menerima Rp 2 miliar.
Selanjutnya, Eni kembali menerima uang senilai Rp 250 juta pada 3 Juli 2018. Saat itu Eni meminta bantuan Rp 10 miliar kepada Johannes untuk pemenangan suaminya dalam Pemilihan Bupati Tumenggung.
Baca: Airlangga Bantah Perintahkan Eni Saragih Kawal Proyek PLTU Riau
Pada 13 Juli, Eni kembali menerima uang Rp 500 juta dari Johannes. Namun dalam penyerahan uang tersebut, Eni dan Tahta Maharaya, orang kepercayaannya; beserta Audrey Ratna Justianty, sekretaris Johannes, tertangkap tangan KPK.