TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Anti Fitnah dan Hoax Indonesia (Mafindo) menyatakan isu politik paling banyak dijadikan bahan berita palsu. Berita palsu soal politik yang beredar selama Juli sampai September 2018 sebanyak 58,7 persen. Disusul oleh isu agama dan penipuan sebesar 7,39 persen, dan isu lalu lintas 6,96 pesen.
Ketua Mafindo Anita Wahid mengatakan berita hoax yang beredar itu merupakan efek lanjutan dari pemilihan presiden (pilpres) 2014. “Kita dapat sisa dari (Pilpres) 2014. Banyak sekali orang yang mengompori untuk semakin terpolarisasi,” kata putri ketiga presiden keempat Abdurrahman Wahid itu dalam acara yang digelar Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) bertajuk ‘Melawan Hoax di Tahun Politik’ di Hong Kong Cafe, Gondangdia, Jakarta, Ahad, 30 September 2018.
Baca: Sandiaga Uno Akan Laporkan Pendukungnya ...
Menurut Anita, sejak pilpres 2014 banyak timbul tren negatif. Seperti menurunnya kredibilitas dan integritas penyelenggara pemilihan umum, kualitas pemilihan menurun. Hal itu merusak rasionalitas pemilih, menimbulkan konflik sosial, dan meningkatnya eskalasi ujaran kebencian, provokasi, agitasi, dan propaganda.
Untuk itu Mafindo meminta seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemilu, tokoh masyarakat dan agama, komunitas dan organisasi, serta penegak hukum untuk bekerja sama dalam memerangi penyebaran berita palsu, terutama menjelang tahun politik 2019.
Baca: Tolak Hoax, Kolaborasi Media Online Luncurkan ...
Menurut Anita, sangat sulit untuk mengajak orang-orang menjadi lebih sehat. “Orang kalau udah kadung benci, kadung gak suka, mau diapain juga gak akan berpengaruh.”
Hoax, kata Anita, dijadikan salah satu instrumen untuk merebut kekuasaan dan dapat melenyapkan rasa kemanusiaan. Padahal, menurut Gus Dur, yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.