Laporan Komnas HAM
Empat tahun berselang, pada Juli 2012, Komnas HAM mengeluarkan laporan setebal 800 halaman yang menyatakan peristiwa 1965 sebagai pelanggaran HAM berat (gross human rights violation). Ketua Tim Penyelidikan Peristiwa 1965/1966 Komnas HAM, Nur Kholis, menyatakan bahwa salah satu unit negara yang patut dimintai pertanggungjawaban adalah struktur Komando Pemulihan dan Keamanan (Kopkamtib) yang dipimpin oleh mantan presiden Soeharto, yang memimpin dari 1965 dan 1967, serta antara 1977 dan 1978.
Nur Kholis menjelaskan bahwa telah terjadi pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa serta perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang, perkosaan atau bentuk kekerasan seksual, penganiyaan dan penghilangan secara paksa. Komnas HAM mengakui sedikitnya 32.000 orang dinyatakan hilang akibat peristiwa itu.
Baca: Gelar Aksi #MasihIngat, KontraS Desak Penuntasan Pelanggaran HAM
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa semua bentuk kejahatan itu memenuhi unsur yang tertuang dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000. Kejahatan ini terjadi di tempat-tempat militer atau tempat dalam penguasaan militer. Jika ditelusuri, peristiwa ini ada karena berbagai rentetan lahirnya suatu kebijakan.
Bahwa, keluarnya Surat Keputusan KOTI/PANGTI ABRI, Nomor 142/KOTI/11/1965 tanggal 1 November 1965 bertujuan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat peristiwa 30 September. Akan tetapi, dilihat dari tujuan surat keputusan yang bila dihubungkan dengan berbagai keterangan saksi menunjuk adanya dugaan penyimpangan dari tujuan diterbitkan surat tersebut.
Mereka yang dianggap bisa dimintai pertanggungjawabannya, kata Nurcholis, adalah semua pejabat dalam struktur Kopkamtib 1965-1968 dan 1970-1978 serta semua panglima militer daerah saat itu.
Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah
Dengan berbagai bukti ini, sesuai undang-undang yang berlaku Komnas HAM meminta Kejaksaan Agung menggunakan hasil penyelidikan ini sebagai bahan untuk melakukan penyidikan. Nur Kholis mengatakan hasil penyelidikan Komnas HAM yang dilakukan telah diserahkan pada Kejaksaan Agung pada 20 Juli lalu. “Kami meminta agar hasil penyelidikan ini ditindaklanjuti secara hukum oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Hal itu sudah merupakan ketentuan Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang mengatakan bahwa Jaksa Agung diminta menindaklanjuti hasil penyelidikan ini dengan penyidikan.