TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, sebaiknya Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal Mulyono mengabaikan tantangan provokatif mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo dan elite politik lain yang memerintahkan jajarannya menonton bareng film Pengkhianatan G30SPKI setiap tanggal 30 September.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tantang KSAD Instruksikan Pemutaran Film G30S/PKI
Menurut Usman, pilihan untuk menonton bareng atau tidak film tersebut adalah hak setiap warga. TNI, ujar dia, tak seharusnya dipaksa mengambil tindakan yang rawan disalahgunakan oleh kelompok elite politik tertentu.
“Mempersoalkan sikap Panglima TNI dan KSAD dengan kesan seolah-olah takut dan membuat prajurit menjadi penakut jika tidak memerintahkan nonton bareng film G30S/PKI, itu adalah upaya politisasi TNI," ujar Usman Hamid lewat keterangannya pada Jumat, 28 September 2018.
Sebelumnya, Gatot menantang Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Mulyono dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto untuk menggelar nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Tantangan itu secara spesifik disebutkan kepada KSAD.
Gatot menyebut KSAD sebagai penakut seumpama tak berani mengintruksikan pemutaran kembali film besutan sutradara Arifin C Noer itu. Dia juga mempertanyakan bagaimana KSAD mau memimpin prajurit pemberani seperti Komando Strategis Angkatan Darat, Komando Pasukan Khusus, prajurit TNI AD jika tak berani memerintahkan nobar tersebut.
"Kok KSAD-nya penakut, ya sudah pantas lepas pangkat," kata Gatot melalui akun Twitternya, @Nurmantyo_Gatot pada Kamis, 20 September 2018. Saat dikonfirmasi melalui pesan, Gatot mempersilakan cuitannya itu untuk dikutip.
Baca juga: Ditantang Gatot Nurmantyo Nobar Film G30SPKI, Ini Jawaban TNI AD
Di masa lalu, lanjut Usman, setelah diproduksi pada 1981, pemerintah mewajibkan film ini ditonton semua warga negara. Pada masa Reformasi, Menteri Pendidikan era Presiden BJ Habibie, Juwono Sudarsono, membentuk tim khusus untuk meninjau ulang seluruh buku sejarah dalam versi G30SPKI. Menteri Penerangan era Habibie pula, yaitu Letnan Jenderal (purn) Yunus Yosfiah, mengakhiri keharusan pemutaran tahunan atas film ‘Penghianatan G30S/PKI’. "Ini adalah bukti bahwa sejarah peristiwa 30 September 1965 ditinjau ulang dan direvisi oleh pemerintah," ujar dia.
Survei nasional SMRC 2017 dan 2018, ujar dia, juga menemukan bahwa mayoritas warga, 86 persen, tidak setuju bahwa PKI sedang bangkit. Yang setuju hanyalah 12 persen. "Jadi sebenarnya isu anti-PKI ini kecil, tapi dibesar-besarkan untuk membela kepentingan elite-elite yang membesar-besarkannya, menyudutkan korban dan penyintas 1965, bahkan membungkam aksi aktivis, dosen, dan petani yang tengah memperjuangkan hak-hak dasar mereka.
," ujar dia.