TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) meminta agar polemik pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI tak dikait-kaitkan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Direktur Program TKN KIK, Aria Bima, keputusan pemerintah menghentikan pemutaran film G30S/PKI dibuat oleh Yunus Yosfiah, mantan Menteri Penerangan, yang kini tercatat sebagai tim sukses pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Baca juga: Gatot Nurmantyo, Isu PKI Bangkit, dan Perintah Putar Film G30SPKI
"Penghentian film G30S/PKI dilakukan oleh menteri penerangan saat itu, dalam hal ini Yunus Yosfiah, seorang letjen purnawirawan, yang sekarang menjadi penasehat Timses Prabowo," ujar Aria di Jakarta, Jumat, 28 September 2018.
Menurut Aria, hal tersebut perlu diperjelas karena belakangan ada kampanye hitam yang disebarkan bahwa pemerintahan Jokowi berada di balik keputusan pemerintah menghentikan pemutaran film G30S/PKI. "Pemerintahan Jokowi hanya mengikuti sikap pemerintahan sebelumnya yang melarang pemutaran film G30S/PKI," ujar dia.
Saat itu, ujar Aria, Yunus menghentikan pemutaran film itu dilakukan karena seolah-olah kawasan Halim Perdanakusumah, yang pernah menjadi Markas TNI AU, adalah tempat menyeramkan. Penghentian pemutaran film juga diputuskan oleh Juwono Sudarsono, saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Para menteri itu menginginkan bahwa hal yang menyangkut masalah sejarah, perlu dilakukan peninjauan ulang agar lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Baca juga: Ditantang Gatot Nurmantyo Nobar Film G30SPKI, Ini Jawaban TNI AD
"Jadi jangan dianggap penghentian itu seolah-olah oleh Ibu Mega atau Pak Jokowi, Gus Dur, atau Pak SBY. Ini dihentikan Pak Yunus Yosfiah dan Juwono Sudarsono," ujar dia.
Aria Bima melanjutkan, sangat tidak mendidik bila saat ini dibangun sebuah kampanye hitam yang menyudutkan bahwa seolah penghentian film G30S/PKI dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. "Dan dikapitalisasi seolah-olah Pak Jokowi tidak setuju pemutaran film G30S itu. Ini suatu hal yang dikapitalisasi menjadi isu politik dan itu tidak benar," kata Aria Bima.