TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait, mengatakan bahwa partai pendukung calon presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak boleh jumawa terhadap hasil survei.
Baca: Survei Indikator: Jokowi Ungguli Prabowo, tapi Suara Belum Aman
"Kalau menurut saya ini masih belum aman. Kita enggak boleh takabur, sombong. Karena yang belum memilih juga masih cukup besar," kata pria yang akrab disapa Ara ini di Kantor Indikator, Jakarta Pusat, Rabu, 26 September 2018.
Ara mengatakan harus ada langkah-langkah strategis dari kubu Jokowi-Ma'ruf untuk merebut suara generasi milenial. Bila di kubu lawan ada sosok calon wakil presiden Sandiaga Uno, maka Ara menilai Jokowi lah yang bisa menyentuh kalangan milenial.
"Kita bisa lihat di mana segmentasinya yang produktif yang lebih bisa terima. Menurut saya Pak Jokowi masuk ke kalangan milenial lebih pas. Pak Ma'ruf Amin lebih masuk ke kalangan religius." ujarnya.
Baca juga: Kubu Jokowi Lawan Serangan Lewat Video Keluarga Khong Guan
Survei Indikator pada 1-6 September 2018 menunjukkan elektabilitas Jokowi unggul 46 persen dibandingkan Prabowo yang mendapat 22 persen suara. Meski dukungan terhadap Jokowi belum mencapai 50 persen pada simulasi top of mind, Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan kedua calon presiden mengalami tren peningkatan dukungan secara spontan dan relatif berimbang dibandingkan survei sebelumnya.
Untuk simulasi dua pasangan, Burhanuddin menuturkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin meraih 57,7 persen suara dan Prabowo-Sandiaga Uno mendapat 32,3 persen. "Dengan selisih ini, belum masuk kategori sangat aman untuk membungkus kemenangan. Buat pendukung Jokowi, 57 persen harus menjadi pelecut untuk naikin elektabilitas. Sedangkan pendukung Prabowo-Sandi ini bukan akhir perjuangan," katanya.
Baca juga: Alasan Yenny Wahid Dukung Jokowi: Sederhana Tapi Kaya dalam Karya
Menurut Burhanuddin, sebanyak 44,8 persen responden menyatakan kecil kemungkinannya mengubah pilihan. Sedangkan 29,5 persen menyatakan sangat kecil kemungkinan. Sebanyak 20,4 persen menyatakan cukup besar kemungkinan dan 4,6 persen responden menyebutkan sangat besar kemungkinan mengubah pilihan presiden.