TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, mengatakan tindakan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meninggalkan (walk out) dari deklarasi kampanye damai adalah berlebihan. “Sikapnya lebai. Sederhana saja, saya pikir Pak SBY merasa tidak mendapat perhatian,” kata Syamsudin kepada Tempo pada Senin, 24 September 2018.
Baca: SBY Walkout, PAN Sebut Relawan Jokowi Provokatif
Syamsudin berpendapat SBY keluar dari rombongan kampanye damai terjadi lantaran masyarakat lebih fokus pada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Saat itu, ujar Syamsudin, bintangnya adalah Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo - Sandiaga) dan Joko Widodo-Ma’aruf Amin (Jokowi - Ma'ruf).
Menurut Syamsudin, seharusnya SBY tidak mempermasalahkan persoalan sepele tersebut. "Dalam kondisi seperti itu, siapa yang bisa mengantisipasi pendukung datang menggunakan atribut?” kata dia. Lagi pula, kata Syamsudin, bukan cuma pendukung Jokowi - Ma’aruf yang mengenakan atribut. “Hampir semua pakai. Tapi ada yang mencolok ada yang tidak,” kata dia.
SBY memutuskan meninggalkan lokasi deklarasi kampanye damai di Monas pada Ahad, 23 September 2018. Saat itu, SBY melintas di tengah rombongan pendukung Jokowi - Ma’aruf, yakni Projo. Mereka bergerombol menggunakan atribut bergambar dan bertuliskan Jokowi - Ma’aruf.
Simak juga: Ketua Umum Projo: Apa yang Membuat SBY Marah?
SBY merasa tidak nyaman dan menilai KPU gagal menggelar kampanye damai. Sebab, seharusnya, dalam kampanye damai, pendukung tidak dibolehkan mengenakan simbol-simbol pemenangan. SBY merasa KPU gagal menjaga ketertiban jalannya deklarasi damai.