TEMPO.CO, Jakarta - Upaya menjadikan Depati Amir sebagai pahlawan nasional dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus dilakukan oleh segenap unsur elemen masyarakat bersama pemerintah daerah.
Depati Amir yang dikenal sebagai ahli strategi perang dianggap layak menjadi pahlawan nasional mengingat perjuangannya telah membangkitkan semangat perlawanan kepada Belanda di Pulau Bangka yang memonopoli pertambangan dan perdagangan timah.
Baca juga: Temui JK, Rektor UGM Bahas Usulan Sardjito Jadi Pahlawan Nasional
Sejarawan Bangka Belitung Akhmad Elvian dalam bukunya yang berjudul "Riwayat Hidup dan Perjuangan Depati Amir menuliskan perjuangan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir dimulai sejak penolakan jabatan Depati kepada Amir oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1830 masehi.
Pemerintah Belanda yang takut dengan pengaruh Amir di hari rakyat Bangka, mencoba mengurangi pengaruh Amir dengan memberikan jabatan Depati untuk menguasai daerah Jeruk ditambah penguasaan daerah Mendara dan Mentadai di Pulau Bangka.
Amir diminta menggantikan ayahnya Depati Bahrain karena selain orang yang berpengaruh, juga karena keberhasilan Amir bersama 30 pengikutnya yang menumpas para perompak yang mengganas di perairan Pulau Bangka dan telah memulihkan keamanan ditengah masyarakat.
Meski jabatan Depati ditolak oleh Amir, rakyat Pulau Bangka tetap memanggilnya dengan sebutan Depati Amir.
Perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir disebabkan pemberlakuan peraturan tentang monopoli perdagangan timah oleh Belanda. Peraturan tersebut menyebabkan terjadinya penyimpangan dan kecurangan dalam tata niaga timah sehingga membuat rakyat Bangka menderita dan sengsara.
Terlebih Belanda juga menerapkan kerja paksa yang memaksa rakyat bekerja tanpa dibayar. Selain itu, sikap Belanda yang tidak mengakui sistem adat dan hukum adat Sindang Mardika yang saat itu berlaku di Bangka, membuat semangat melawan Belanda semakin tak terbendung.
Pemerintah Belanda pun berusaha menangkap Depati Amir dengan berbagai tipu muslihat.
Pada 17 Desember 1848, Belanda yang dipimpin oleh Administratur Distrik Pangkalpinang Letnan Campbell dan dibantu oleh Hoofd Jaksa Abang Arifin berusaha menangkap Depati Amir dirumah Demang Abdurrasyid di daerah Sungai Rangkui.
Upaya tersebut gagal karena Depati Amir berhasil meloloskan diri dari penyergapan. Namun ibu Depati Amir, yakni Dakim bersama putra angkatnya Baudin, saudaranya Ipah dan empat orang pengikutnya berhasil ditangkap oleh empat orang batin dari Distrik Pangkalpinang, yakni Batin Mendobarat, Batin Mendotimur, Batin Merawang dan Batin Penagan.
Gagalnya penangkapan atas dirinya dan penangkapan keluarga serta perlakuan Belanda yang terus menyengsarakan rakyat Bangka, membuat Depati Amir mulai melakukan perperangan hampir meliputi seluruh wilayah Pulau Bangka.
Dengan dibantu adiknya Hamzah atau Cing yang masih berusia 19 tahun sebagai panglima perang dan para demang dan batin di Pulau Bangka membuat perlawanan rakyat yang dipimpin Depati Amir terus meluas.
Selain itu Depati Amir juga mendapat bantuan dari kepala parit penambangan timah, orang-orang China, para lanun atau perompak laut dari Lanao Mindanao, kerajaan Lingga dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Kewalahan dengan perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir membuat Belanda mengerahkan 245 perwira dan bintara bangsa eropa serta 339 bintara orang Indonesia dan pasukan Belanda dari Palembang dan Batavia.
Belanda juga mengerahkan tentara bayaran dan penjahat dalam peperangan. Tak cukup sampai disitu, pasukan Afrikaansche Flank-Kompagnie dan kapal perang uap yakni kapal uap Bromo dan Tjipanas juga dikerahkan.
Kemampuan Depati Amir dalam menyusun strategi perang dan mengkoordinasikan pasukan membuat Belanda resah karena selalu kalah. Berbagai taktik licik Belanda untuk menangkap Depati Amir terus mengalami kegagalan.
Perang Depati Amir juga berhasil menyatukan orang China dan pribumi dalam menghadapi kolonial Belanda.
Perlawanan Depati Amir dan pengikutnya mulai melambat ketika pasokan logistik berkurang, blokade laut yang ketat oleh Belanda dan kondisi pasukan yang keletihan karena berperang di daerah dengan alam yang ganas.
Depati Amir berhasil ditangkap pada 7 Januari 1851 karena pengkhianatan setelah Belanda memberikan hadiah yang cukup besar, yakni 1000 SP.
Surat Keputusan pemerintah kolonial Belanda nomor 3 tanggal 4 Februari 1851 dan surat keputusan nomor 21 tanggal 22 April 1851 memutuskan Depati Amir dan adiknya Hamzah atau Cing diasingkan ke Pulau Timor.
Namun perjuangan Depati Amir dan Hamzah tidak terhenti meski di daerah pengasingan. Depati Amir dan Hamzah menjadi penasehat raja-raja Timor yang berjuang melawan Belanda dan berjasa dalam penyebaran agama islam di Pulau Timor.
Setelah beberapa tahun diasingkan, Depati Amir wafat ada 28 September 1869. Setelah itu disusul adiknya Hamzah yang wafat pada 12 Dzulhijjah 1320 Hijriah. Keduanya dimakamkan di pemakaman muslim Batukadera Kampung Air Mata, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Keterlibatan Depati Amir dan Hamzah di Kupang membuat budaya melayu Bangka sangat kental terasa di penduduk setempat, seperti upacara yang menyangkut kelahiran, pernikahan dan kematian.
Bahkan budaya melayu Bangka juga tampak pada tradisi masakan khas, pengobatan tradisional dan pengetahuan beladiri.