TEMPO.CO, Jakarta - Din Syamsuddin mengundurkan diri sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban. Keputusan tersebut disayangkan oleh Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin.
Baca: Din Syamsuddin Mengundurkan Diri dari Posisi Utusan Presiden
Ali Ngabalin mengatakan peran Din Syamsuddin sangat dibutuhkan dalam kondisi politik saat ini yang terpapar politik identitas. Din merupakan tokoh yang bisa diterima banyak kelompok agama sehingga bisa menjadi mediator masalah keagamaan.
Dia juga menilai alasan Din Syamsuddin untuk mundur tidak tepat. "Kalau umpama beliau mundur dengan alasan netralitas, sangat disayangkan karena utusan presiden kan maksudnya utusan negara. Tidak memihak," katanya saat dihubungi, Sabtu, 22 September 2018.
Ali Ngabalin menilai keputusan Din untuk mundur tepat saat penetapan calon presiden dan wakil presiden justru berpotensi menimbulkan asumsi di masyarakat. "Orang bisa bicara macam-macam," katanya.
Din Syamsuddin sebelumnya menyatakan telah mundur dari jabatannya. Surat pengunduran dirinya diserahkan kemarin, Jumat, 21 September usai penetapan nomor urut calon presiden dan wakil presiden.
Baca: Mundur dari Utusan Presiden, Din Syamsuddin Netral di Pilpres
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyatakan ingin netral dalam pemilihan presiden lantaran tak ingin menimbulkan perpecahan. Menurut Din, umat Islam saat ini telah terpecah karena perbedaan pilihan politik. "Sementara jabatan saya terlalu berkonotasi dekat sama seseorang (Jokowi)," katanya di DPR, Jakarta, Jumat, 21 September 2018.
Dia ingin menjaga persatuan umat Islam dengan menarik diri dari pasangan calon manapun. "Kalau saya berada di satu pihak, mereka tidak akan mau lagi (bersatu). Jadi lebih bagus saya berada di posisi netral," kata Din.